Senin, 04 Januari 2010

Untuk para suami dan istri, juga para calon suami dan calon istri...(semoga manfaat)



Pernikahan menyingkap tabir rahasia.
Calon istri yang kau nikahi tidak semulia Khadijah,
tidak setakwa Aisyah,
pun tidak setabah Fatimah...
Calon istrimu hanyalah wanita akhir zaman yang punya cita-cita menjadi wanita sholeha....

Pernikahan mengajar kita kewajiban bersama..

Istri menjadi tanah, kau menjadi langit penaungnya,
istri ladang tanaman, kau pemagarnya,
istri 'ternak', kau gembalanya,
kalau istri murid, kau mursyidnya...

Istri bagaikan anak kecil, kau tempat bermanjanya.
Saat istri menjadi madu, kau bisa meneguk sepuasnya.
Saat istri menjadi racun, kau penawarnya.
Saat istri bengkok kaulah yang meluruskannya.

Pernikahan menginsyafkan kita perlunya iman dan takwa
Belajar meniti sabar dan mengejar ridha Allah SWT
Karena memiliki istri yang tidak hebat, justru kau akan tersentak dari alpa....

Kau bukanlah rasulullah, pun bukan sayyidina Ali bin Abi Thalib....

Kau hanyalah suami akhir zaman,
Yang berusaha menjadi suami sholeh....

(Kiriman seorang teman, itupun dia dikirimi juga dari adiknya di Michigan USA. Trims mas HI)

Doa untuk orang tua ....



Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka,
Perindahlah ucapanku di depan mereka,
Lunakkanlah watakku terhadap mereka,
Dan lembutkanlah hatiku untuk mereka.

Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya, atas didikan mereka padaku
dan pahala yang besar, atas kesayangan yang mereka limpahkan padaku.
Peliharalah mereka, sebagaimana mereka memeliharaku.

Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan,
atau kesusahan yang mereka derita karena aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka karena perbuatanku.
jadikanlah itu semua penyebab terhapusnya dosa-dosa mereka,
meningginya kedudukan mereka,
dan bertambahnya pahala kebaikan mereka dengan perkenan-Mu, ya Allah.
Sebab hanya Engkaulah yang berhak membalas kebaikan dengan kebaikan berlipat
ganda.

Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika magfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku,
maka izinkahlah aku memberi syafa'at untuk mereka.
Sehingga kami semua berkumpul bersama dengan santunan-Mu
di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat-Mu.

Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Karunia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir
dan Engkaulah yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.

Mari kita kenang dosa kepada orang tua kita
siapa tahu hidup kita dirundung
nestapa karena kedurhakaan kita.
karena kita sudah menghisap tenaganya, airmatanya dan keringatnya.

Istighfarlah.
Barangsiapa yang matanya pernah sinis melihat orangtuanya.
atau kata-katanya sering mengiris melukai hatinya,
atau yang jarang memperdulikan dan mendoakannya.
Percayalah bahwa anak yang durhaka pada orang tua,
maka siksanya akan didahulukan di dunia ini.

(trims dr Herman SpA yg telah mentag doa ini kpd saya)

Semoga anak2 kita mendapatkannya sebagaimana yg diinginkannnya sejak dari alam rahim...



Ayah dan ibu tersayang,
kutulis surat ini kepada ayah-ibu
dengan harapan semoga ayah dan ibu mempertimbangkan sikap
tentang menjadi orang tua sebelum aku tiba di dunia.

Aku ini anak yang ceria
bila ku tiba nanti, bagi ayah ibu, aku kelihatan begitu kecil
meski penampilanku tidak seperti orang dewasa,
kuharap ayah dan ibu sadari bahwa aku ini manusia

Walau aku tidak berkata-kata kepada ayah dan ibu,
aku akan mengenal ayah dan ibu dengan hatiku
aku bisa merasakan perasaan ayah-ibu,
menyerap pikiran ayah-ibu

Aku akan mengenali ayah-ibu, lebih dari yang mungkin ayah-ibu sendiri kenali
janganlah salah sangka menghadapi kebisuanku
aku terbuka, tumbuh dan relajar dengan lebih pesat daripada yang dapat ayah dan ibu bayangkan.

Dalam benakku akan terekam segala yang kulihat,
jadi harap ayah dan ibu memberikan keindahan untuk kunikmati dengan pandanganku
aku akan merekam dengan segala yang kudengar ,
jadi harap berikan padaku musik, bahasa lembut dan manis
yang memberitahuku betapa aku ini disayangi..

Berikan aku keheningan untuk mengistirahatkan telingaku
aku akan menyerap segala yang kurasakan,
jadi kuharap ayah dan ibu rangkumkan kehidupan kita dalam cinta kasih

Aku menunggu dengan sabar, menunggu saat bergabung dengan ayah dan ibu
aku begitu bahagia mendapat kesempatan untuk hidup
mungkin jika ayah dan ibu melihatku nanti,
ayah dan ibu akan ingat betapa berharganya kehidupan

Tertanda,

Anak kalian yang ceria.

(ditulis oleh Donna Mc Dermott, dalam buku ‘A Cup of Chicken Soup for the Soul’)

Jumat, 11 Desember 2009

Le Laki itu...



Jika kamu memperlakukannya dengan baik, dia pikir kamu jatuh cinta padanya.
Jika tidak, kamu akan dibilang sombong.

Jika kamu berpakaian bagus, dia pikir kamu sedang mencoba untuk menggodanya.
Jika tidak, dia bilang kamu kampungan.

Jika kamu berdebat dengannya, dia bilang kamu keras kepala.
Jika kamu tetap diam, dia bilang kamu nggak punya otak.

Jika kamu lebih pintar dari pada dia, dia akan kehilangan muka.
Jika dia yang lebih pintar, dia bilang dia paling hebat.

Jika kamu tidak cinta padanya, dia akan mencoba mendapatkanmu.
Jika kamu mencintainya, dia akan mencoba untuk meninggalkanmu.

Jika kamu beritahu dia masalahmu, dia bilang kamu menyusahkan.
Jika tidak, dia bilang kamu tidak mempercayai mereka.

Jika kamu cerewet pada dia, kamu dibilang seperti seorang pengasuh baginya.
Tapi jika dia yang cerewet ke kamu, itu karena dia perhatian.

Jika kamu langgar janji kamu, kamu tidak bisa dipercaya.
Jika dia yang ingkari janjinya, dia melakukannya karena terpaksa.

Jika kamu merokok, kamu adalah cewek liar!!!
Tapi kalo dia yang merokok, dia adalah seorang gentleman, WUIIHHH…

Jika kamu menyakitinya, kamu dibilang perempuan kejam.
Tapi jika dia yang menyakitimu, dia bilang itu hanya karena kamu terlalu sensitif dan terlalu sulit untuk dibuat bahagia!!!

Jika kamu mengirimkan ini pada cowok-cowok, mereka pasti bersumpah kalau ini tidak benar.
Tapi jika kamu tidak mengirimkan ini pada mereka, kamu akan kehilangan kesempatan untuk mengatakan mereka egois!!!

Jadi… Jadi… kirimkan ini pada semua teman lelakimu di luar sana… dan juga pada semua teman cewekmu untuk berbagi tawa bersama…

HUMOR-HUMOR SUFI : BBRP KISAH LUCU NASRUDDIN YANG JENAKA.



~MENOLONG BULAN...
Ketika sedang berjalan-jalan, Nasrudin melewati sebuah sumur yang membuatnya ingin melihat ke dalamnya. Ketika itu hari mulai malam. Waktu Nasrudin menatap air dalam sumur itu, ia melihat bulan di sana.
"Aku harus menyelamatkan bulan!" pikir Nasrudin. "Jika tidak, ia tidak akan pernah beranjak, dan bulan puasa tidak akan pemah berakhir."
Akhirnya, ia mendapatkan seutas tali, dan kemudian, ia pun berteriak: "Pegang kuat-kuat, ya, terus bersinar"
Tali itu ternyata terjerat pada sebuah batu besar di dalam sumur, dan Nasrudin menghela tali itu sekuat tenaga. Ketika ujung tali sudah hampir mendekatinya, ia jatuh terpelanting. Sambil terkapar, matanya memandangi langit, dan tiba-tiba saja, ia melihat sang Bulan sudah ada di sana. Bisa juga engkau kuselamatkan kata Nasrudin, Betulkan, untung saja saya aku lewat."


~TAMPAK SEPERTI ENGKAU...
Suatu hari Nasrudin, sambil berdiri di dekat lapangan sebelah pasar, dengan sepenuh hati melantunkan sebuah syair:
"O, cintaku! Keseluruhan diriku begitu terliputi oleh-Mu Segala yang ada di hadapanku tampak seperti Engkau!"
Tiba-tiba seorang pelawak berteriak: "Bagaimana jadinya jika ada orang dungu di depan matamu?"
Tanpa berhenti, sang Mullah terus membaca syairnya: "...Tampaknya seperti Engkau!"
"Heh?"


~BERSEMBUNYI DARI PENCURI...
Suatu malam seorang pencuri membobol rumah Nasruddin. Untung saja Nasruddin melihatnya. Karena takut, dengan cepat Nasruddin bersembunyi di dalam sebuah kotak besar yang terletak di sudut ruangan.
Si pencuri sedang mengaduk-aduk isi rumah Nasruddin mencari uang ataupun barang berharga yang dimiliki Nasruddin. Dia membuka lemari, laci-laci, kolong-kolong, dan lain-lain. Tapi si pencuri tidak menemukan satu pun barang berharga.
Pencuri itu hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Nasruddin. Tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang terletak di sudut ruangan kamar Nasruddin. Dia sangat senang karena dia yakin dalam kotak itulah disimpan harta benda yang dia cari.
Walaupun kotak itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut. Pencuri itu sangat kaget ketika melihat Nasruddin berada di dalam kotak itu. Pencuri itu sangat marah dan berkata, "Hei! Apa yang kau lakukan di dalam situ?"
"Aku bersembunyi darimu," jawab Nasruddin.
"Kenapa?"
"Aku malu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan padamu. Itulah alasan mengapa aku bersembunyi dalam kotak ini."


~MAKAN SOP BEBEK...
Nasrudin memandang beberapa ekor bebek yang kelihatannya akan lezat bila dimasak. Mereka sedang bersenang-senang di sebuah kolam. Ketika Nasrudin mencoba menangkapnya, bebek-bebek itu terbang.
Setelah itu ia celupkan beberapa patong roti ke dalam air dan kemudian melahapnya. Beberapa orang yang lewat bertanya apa yang ia lakukan itu.
"Aku sedang makan sop bebek," jawab Nasrudin kalem.


~PERLAKUAN SAMA TAPI HASIL BEDA..
"Segala sesuatu yang ada harus dibagi sama rata," ujar seorang filsuf di hadapan sekelompok orang di warung kopi.
"Aku tak yakin, itu akan terjadi," ujar seseorang yang selalu ragu.
"Tapi, pernahkah engkau memberi kesempatan?" menimpali sang filsuf.
"Aku pernah!" teriak Nasrudin. "Aku beri istriku dan keledaiku perlakuan yang sama. Mereka memperoleh apa yang betul-betul mereka inginkan."
"Bagus sekali!" kata sang filsuf. "Sekarang katakan bagaimana hasilnya."
"Hasilnya adalah seekor keledai yang baik, dan istri yang buruk."


~KEHILANGAN SORBAN..
Suatu hari Nasrudin kehilangan sehelai sorbannya yang bagus dan berharga mahal.
"Kamu tidak sedih Nasrudin?" seseorang bertanya kepadarzya.
"Tidak. Aku optimistis, kok. Kau sendiri lihat, aku telah menawarkan hadiah setengah sekeping uang perak bagi siapa saja menemukannya."
"Tapi penemunya, tentu, tidak akan mengembalikan sorbanmu. Habis, hadiahnya tidak sebanding dengan nilai sorban yang seratus kali lipat itu."
"Sudah kupikirkan itu. Aku juga sudah membuat pengumuman bahwa sorban yang hilang itu kondisinya kotor sekali dan tua, berbeda dengan yang sebenarnya."


~SIAPA YANG SALAH KALAU ADA KECURIAN..
Suatu hari Nasrudin dari istrinya pulang dan mendapati rumah mereka telah dimasuki pencuri. Segala sesuatu yang berguna dibawa kabur sang pencuri,
"Ini semua salahmu." kata istrinya, "karena kamu selalu merasa yakin bahwa pintu rumah sudah terkunci sebelum kita pergi"
Para tetangga juga turut berkomentar: "Kamu sih tidak mengunci pintu-pintu," ujar seorang tetangga.
"Heran. Kenapa kamu tidak membayangkan apa yang bakal terjadi?" ujar yang lain. "Kunci-kunci ternyata sudah rusak dan kamu tidak menggantinya," kata orang ketiga.
"Sebentar," kata Nasrudin, "tentunya, aku bukan satu-satunya orang yang bisa kalian salahkan."
"Lalu, siapa yang harus kami salahkan kalau bukan engkau?" teriak orang-orang dengan gemas...
"Lho? Kok bukan para pencuri itu?" kata Nasrudin.

(Dikutip dari sebuah website humor)

ADA WAKTU UNTUK BACA KISAH CINTA DARI MESIR YG MENYENTUH iNI..? TIDAK KALAH DGN AYAT2 CINTA ATAU KETIKA CINTA BERTASBIH..



"Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr.Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Direktur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua
mempelai. Kepada Professor dipersilahkan..."

Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo.
Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di televisi itu.

Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuwan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya. Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu...

Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma ba'du. Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita...

Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambillahmutiaranya dan buanglah lumpurnya.

Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras, melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

Tiga puluh tahun yang lalu ...

Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan "Pasha" yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di Ma'adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik di negeri ini.

Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat.Keluarga besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalanganaristokrat atau kalangan high class yang sepadan!

Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini. Saya merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan perjuangan. Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga. Namun saya tidak peduli.

Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewahdengan selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya. Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza yang berdekatan dengan istana Raja Faruq.

Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah. Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen. Tetapi beliau menolak mentah-mentah.

"Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja" tegas ayah.

Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati, saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah.

Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.

Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus.

Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian serta tutur bahasanya yang halus.

Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting gelas yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini tidak boleh terjadi selamanya!
Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak terkira.

Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur! Saya katakan dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak dilakukan para bangsawan "Pasha". Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak mengecap bangku pendidikan.

Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri sendiri, tidak ada yang membela. Pada saat yang sama adik saya membawa pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500 ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina, bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang ke berapa di luar akad nikah malah direstui
dan diberi fasilitas maha besar? Dengan enteng ayah menjawab. "Karena kamu memilih pasangan hidup dari strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat keluarga besar Al Ganzouri."

Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang jelas berzina justru difasilitasi.

Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa- apa selain menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini kebenarannya. Itu saja.
Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya. Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah- mentah untuk mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad menikah dengan saya.

Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa. Keluarga saya menolak pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga dia menolak karena alasan membela kehormatan.
Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta?

Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor ma'dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku. Kami berikan identitas kami dan kami minta ma'dzun untuk melaksanakan akad nikah kami secara syari'ah mengikuti mahzab imam Hanafi.
Ketika Ma'dzun menuntun saya, "Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu Hanifah."
Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata 3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah itu. Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir.

Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata. Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar ongkos akad nikah di kantor ma'dzun.
Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound, tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!
Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu di jalan layaknya gelandangan. Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami.

"Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini. Maafkan Kanda!"
"Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita telah berpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini.

Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita pada mereka dan mereka akan menangis haru.

Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita saat ini," jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan.
Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam.

Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak 50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang murah.
Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.

Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah. Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah kontrakan kami.
Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk 3 bulan.
Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari tanah, itu saja... tak lebih.

Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta?
Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang- orang di dunia merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta.

Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah SWT.

Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak memperoleh segala cinta di surga. Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri kepada-Nya.
Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur'an, lalu memakai jilbab, dan tiada putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah Adawiyah yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia juga seorang wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa sebanyak 25 pound yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup untuk makan dan transportasi selama sebulan.

Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada yang bilang tanpa disengaja,"Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan isterinya."
Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada yang membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolongan-pertolongan mereka.

Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami.
Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor dan didobrak oleh 4 ..::makhluk yang lucu::.. kiriman ayah saya. Mereka merusak segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu mereka keluar dengan ancaman, "Kalian tak akan hidup tenang, karena berani menentang Tuan Pasha."
Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat 'makhluk yang lucu' itu pergi. Kami berdua berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang berserakan, kami masukkan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang sobek-sobek
tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi hidup ini.

Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu.

Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekat.

Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku. Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara saya bisa mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.

Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6 pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai. Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan keselamatan isteri tercinta.

Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan hamba-hamba-Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami. Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah SWT.

Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia & lepas dari belenggu derita:

Sambil menatap kaki langit
Kukatakan kepadanya
Di sana... di atas lautan pasir kita akan berbaring
Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba
Bukan karna ketiadaan kata-kata
Tapi karena kupu-kupu kelelahan
Akan tidur di atas bibir kita
Besok, oh cintaku... besok
Kita akan bangun pagi sekali
Dengan para pelaut dan perahu layar mereka
Dan akan terbang bersama angin
Seperti burung-burung

Yah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk program Magister bersama !

"Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah saat paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh
untuk meraih gelar Magister dan menjawab logika yang saya tolak:

"Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan. Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita."
Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan kekuatan jiwanya.

Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal pernikahan kami. Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami adalah air keran.
Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.
Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu, terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan.

Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia. Kami tidak pernahmenyesal atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh, menagis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis, itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan.
Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.

Timbal balik perasaan ini ternya menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya.

Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah wajah istri saya yang sedang serius belajar. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini.

"Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra sambil tersenyum.
Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara.
Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam hidup kami.

Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan lezat.
Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak:

"Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan."
Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London. Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung.

Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.
Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan.

Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara. Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah SWT dan bertambahlan rasa cinta kami.

Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup. Jika hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz..."

Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru.
Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.

(dikutip dari blog seorang teman, semoga manfaat)

"DOA UNTUK PUTERAKU" KARYA DOUGLAS MAC ARTHUR : PUISI SANG JENDERAL YG SANGAT TERKENAL..



Tuhanku…
Bentuklah puteraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk mengetahui kelemahannya.
Dan, berani menghadapi dirinya sendiri saat dalam ketakutan.
Manusia yang sabar dan tabah dalam kekalahan.
Tetap jujur dan rendah hati dalam kemenangan.

Bentuklah puteraku menjadi manusia yang berhasrat mewujudkan cita-citanya
dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja.
Seorang Putera yang sadar bahwa
mengenal Engkau dan dirinya sendiri adalah landasan segala ilmu pengetahuan.

Tuhanku…
Aku mohon, janganlah pimpin puteraku di jalan yang mudah dan lunak.
Namun, tuntunlah dia di jalan yang penuh hambatan dan godaan, kesulitan dan tantangan.
Biarkan puteraku belajar untuk tetap berdiri di tengah badai
dan senantiasa belajar untuk mengasihi mereka yang tidak berdaya.

Ajarilah dia berhati tulus dan bercita-cita tinggi,
sanggup memimpin dirinya sendiri,
sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain.

Berikanlah hamba seorang putra
yang mengerti makna tawa ceria
tanpa melupakan makna tangis duka.
Putera yang berhasrat
untuk menggapai masa depan yang cerah
namun tak pernah melupakan masa lampau.

Dan, setelah semua menjadi miliknya…
Berikan dia cukup rasa humor
sehingga ia dapat bersikap sungguh-sungguh
namun tetap mampu menikmati hidupnya.

Tuhanku…
Berilah ia kerendahan hati…
Agar ia ingat akan kesederhanaan dan keagungan yang hakiki…
Pada sumber kearifan, kelemahlembutan, dan kekuatan yang sempurna…

Dan, pada akhirnya bila semua itu terwujud,
hamba, ayahnya, dengan berani berkata “hidupku tidaklah sia-sia”


Teks asli puisi :

A Father's Prayer

by General Douglas MacArthur

Build me a son, O Lord, who will be strong enough
To know when he is weak and brave enough to face himself when he is afraid.
One who will be proud and unbending in honest defeat,
And humble, and gentle in victory.

Build me a son whose wishes will not take the place of deeds;
A son who will know Thee and that to know himself is the foundation stone of knowledge.
Lead him, I pray, not in the path of ease and comfort,
but under the stress and spur of difficulties and challenge.
Here, let him learn to stand up in the storm, here let him learn compassion for those that fail.

Build me a son whose heart will be clear, whose goal will be high,
a son who will master himself before he seeks to master other men,
one who will reach into the future, yet never forget the past.

And after all these things are his, add, I pray, enough of a sense of humor,
so that he may always be serious, yet never take himself too seriously.
Give him humility,
so that he may always remember the simplicity of true greatness, the open mind of true wisdom, and the meekness of true strength.

Then I, his father, will dare to whisper,
"I have not lived in vain."



* Douglas Mac Arthur adalah seorang jenderal yang sangat ternama dimasa perang dunia kedua. Disamping seorang pemimpin yang sangat disegani baik oleh kawan maupun lawan, beliau adalah seorang bapak yang sangat baik dalam mendidik anaknya. Sampai sampai ditengah kecamuk PD II. beliau masih sempat menulis puisi yang merupakan doa dan harapannya pada sang anak.
Puisi tersebut dipersembahkan bagi putra tercintanya yang pada saat itu baru berusia 14 tahun. Tercermin sebuah harapan besar seorang ayah kepada anaknya. Puisi tersebut diberinya judul “A Father's Prayer".
Hanya saja kalau saja dia masih hidup saya sarankan kpd beliau untuk menambah doanya sbb :
"ya Tuhanku, berikan dia kemauan dan keteguhan hati untuk meneladani semua perilakuku yg baik di mataMU dan umat manusia ..
Berikan juga kekuatan kepadanya untuk menjauhi semua perilaku dan kebiasaanku yang buruk, antara lain : MEROKOK" (Lihat gambar di atas, sang Jencderal bergaya dgn cangklong kesayangannya)
He he he he..

Salam.