Rabu, 29 April 2009

Demam Tifoid (Tifus) pada anak



Sogi, anak laki-laki 6 tahun, baru bersekolah di kelas 1 SD. Sekolahnya Sogi sebenarnya sudah menyediakan kantin yang bersih dan sehat, tapi Sogi acapkali jajan di penjaja makanan di pinggir jalan depan sekolahnya. Aneka jajanan tersebut ditaruh ditempat yang relatif terbuka, lalat berterbangan disana-sini. Belum lagi ada got yang sering mampet karena banyak sampah dibuang disana, baunya merebak kemana-mana.
Sekarang Sogi tengah dirawat di rumah sakit karena Sogi terkena tifus. Bu Mike, ibunya Sogi membawa ke dokter sampai 2 kali karena sakitnya Sogi. Awalnya Sogi demam-demam biasa disertai batuk-batuk setelah dibawa ke dokter yang pertama demamnya Sogi belum juga turun. Malah sampai sudah lewat satu minggu, demamnya makin tinggi dan terus-menerus. Belakangan Sogi juga mengeluh mual sampai muntah. Ibunya segera membawa ke dokter disebuah RS yang ada fasilitas lab lengkap. Dokter memeriksakan darah Sogi dan ternyata hasil tes Widalnya menunjukkan Sogi terkena tifus. Karena Sogi muntah-muntah dan masukan cairan maupun masukan makanan jadi berkurang, dokter menganjurkan untuk dirawat. Selama dirawat Sogi di infus dan diberikan obat lewat suntikan diselang infus. Makannya nasi lembek diberikan sedikit-sedikit karena awalnya Sogi mual dan muntah.

Kasus Sogi bisa jadi juga dialami ibu-ibu yang lain. Anak-anak pada usia sekolah adalah kelompok yang beresiko terjangkit demam tifoid. Penyakit ini sebenarnya pada anak tidak menimbulkan gejala yang berat tapi bila tidak terdeteksi dan ditangani secara dini, maka demam tifoid dapat berkomplikasi yang membahayakan.

Apakah penyakit tifus sama dengan demam tifoid ?
Ya, masyarakat mengenal penyakit demam tifoid sebagai tifus saja, lengkapnya tifus abdominalis atau dikenal juga sebagai enteric fever. Penyakit ini masih endemis di negara berkembang seperti di Indonesia. Semakin maju sebuah negara biasanya higiene diri dan lingkungannya makin baik, sehingga kita jarang mendengar penyakit ini menyerang penduduk di negara yang sudah maju. Mereka terkena tifoid biasanya sehabis berwisata di negara seperti Indonesia, Muangtai, Vietnam dsb.

Apa kuman penyebab demam tifoid atau tifus ini ?
Kuman penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi. Kuman golongan salmonella ini umunya hanya menyebabkan infeksi lokal pada saluran cerna (enteritis), tapi pada S typhi ini kumannya invasif sampai menimbulkan infeksi sistemik (infeksi yang dapat menyebar kemana-mana melalui darah).

Pada anak-anak golongan umur mana yang sering terkena demam tifoid ?
Hampir 75% kasus menyerang usia di atas 5 tahun. Kenapa demikian? Besar kemungkinan karena pada golongan usia tersebut sudah mengenal kebiasaan jajan. Atau setidaknya pada usia tersebut anak cenderung ingin mencoba jajanan atau makanan yang dilihatnya.

Bagaimana cara penularannya dan berapa lama masa inkubasinya ? Penularannya melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman. Kuman tersebut berasal dari tinja atau urine penderita demam tifoid atau mereka yang terinfeksi kuman tersebut. Bila dimengerti pada mereka yang tinggal di lingkungan dengan higiene buruk, penularan akan sering terjadi. Masa inkubasi penyakit antara 7-14 hari.

Gejala-gejala apa yang timbul pada anak yang menderita demam tifoid ? Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan bervariasi dan pada awal penyakit menyerupai flu-flu biasa atau flu like illness. Yang khas adalah demam tinggi dan terus menerus lebih dari 7 hari disertai gejala saluran cerna berupa muntah, diare atau sembelit atau kembung. Dapat juga timbul kesadaran yang menurun berupa anak yang delirium (gelisah). Pada anak yang lebih besar gejala klinis seperti orang dewasa : tampak toksik (seperti sakit yang berat), bradikardi relatif, dehidrasi, lidah tifoid (lidah kotor, coated tonque), roseola spot dan pembesaran hati maupun limfa. Roseola spot adalah bintik-bintik kemerahan pada kulit karena adanya emboli basil (kuman) dalam kapiler kulit, biasa ditemukan pada punggung dan anggota gerak. Bradikardi relatif adalah denyut jantung yang relatif tetap (tidak meningkat pada kenaikkan suhu, biasanya kenaikan suhu akan meningkatkan denyut jantung). Dikatakan lidah tifoid, bradikardi relatif dan roseola spot adalah khas pada demam tifoid.

Demam tifoid atau tifus dapat berkomplikasi menjadi berat, komplikasi apa saja yang dapat timbul ?
Komplikasi terjadi pada demam tifoid yang dapat ditangani dengan cepat dan tepat, atau kumannya sudah resisten atau kebal dengan obat yang biasa diberikan. Komplikasi di usus dapat berupa pendarahan. Peritonitis sampai perforasi (usus yang ’bocor’ atau ‘pecah’). Di luar usus dapat berupa ensefalopati, meningitis, hepatitis sampai miokarditis. Infeksi dapat melanjut menjadi chronic carier (pembawa) : orang seperti ini bagai reservoar kuman yang menjadi sumber penularan terus menerus bagi yang lain.

Pemeriksaan apa saja yang menunjang diagnosis demam tifoid ?
Pemeriksaan lab darah rutin dapat dijumpai keadaan lekopeni (jumlah lekosit yang menurun), limfositosis relatif, LED yang meninggi dan peningkatan SGOT/SGPT, pemeriksaan serologik yang sering dipakai adalah Tes Widal dengan mengukur kadar antigen O dan H kuman S thypi, positif bila titer antigen O>1/120 atau peningkatan titer 4 kali atau lebih titer akut. Pemeriksaan tes Widal sebaiknya dilakukan pada minggu ke 2-4. Sementara pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa adalah biakan salmonella (gall cultur).

Bagaimana prinsip pengobatan demam tifoid pada anak ?
Prinsip pengobatan dibagi ada 3 hal : pengobatan suportif, medikamentosa dan operatif. Pengobatan suportif (penunjang) adalah pemberian cairan, diet dan elektrolit. Anak dengan demam dimotivasi minum yang banyak. Sementara anak yang dirawat dengan demam tifod tanpa komplikasi di usus tidak lagi diberikan bubur sarung, tapi dapat nasi lembek atau nasi biasa. Hanya saja makanan yang diberikan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Bila anak muntah, anak harus dipasang infus untuk pemberian cairan dan elektrolit serta nutrisi cair bila diperlukan. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan yang bisa diberikan lewat oral atau suntikan. Obat-obatan tersebut adalah kloramfenikol dosis tinggi (100 mg/kgBB per hari) dengan alternatif seperti Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Amoksilin, Seftriakson, Sefiksim dll. Kloramfenikol diberikan selama 10 hari, jadi walau anak sudah bebas demam, obat hendaknya tetap dilanjutkan. Bila tidak meminum obat sampai tuntas, dikhawatirkan kuman tidak seluruhnya terberantas dan mengakibatkan seseorang menjadi chronic carier (pembawa kuman).
Sementara itu tindakan operasi dilakukan bila sudah ada komplikasi perforasi usus apalagi disertai dengan gejala peritonitis (infeksi selaput perut).

Apakah anak dengan demam tifoid (tifus) harus dirawat ? Anak dengan demam tifoid tidak harus dirawat. Bila anak didiagnosa demam tifoid tapi anak masih mau makan/minum, tidak muntah, dan obat bisa diberikan lewat oral, maka anak cukup beristirahat di rumah. Anak dirawat bila anak muntah-muntah, menolak minum obat lewat oral (mulut) atau dicurigai sudah ada komplikasi seperti ensefalopati (penurunan kesadaran) atau ada perdarahan sampai perforasi usus.

Terakhir, bagaimana upaya pencegahan sehingga anak kita terhindar dari demam tifoid (tifus) ?
Seperti pencegahan penyakit infeksi lain yang ditularkan lewat makanan/minuman yang terkontaminasi, maka perbaikan higiene perorangan, higiene lingkungan dan pengasuhan anak adalah keniscayaan. Mulai dari kebiasaan cuci tangan, mengolah masakan dengan benar, selalu menutup makanan/minuman yang terhidang di meja, tidak membiasakan jajan sembarang tempat, buang air besar tidak di sembarang tempat, penyediaan air bersih sampai menerapkan kebiasaan hidup bersih pada pengasuh anak kita adalah beberapa contoh upaya pencegahan tersebut.
Selain hal diatas, pencegahan dilakukan lewat imunisasi tifoid, ada 2 macam vaksin : vaksin suntik vaksin orak. Suntikan (Typhim) diberikan pada usia 2 tahun dan diulang tiap 3 tahun. Vaksin minum atau oral (nama dagang : vivotif ) diberikan pada usia > 6 tahun, 3 dosis diberikan dengan interval selang sehari, diulang tiap 5 tahun.

Minggu, 26 April 2009

Mengenal masalah tuberkulosis (‘plek’ paru) pada anak


Di sebuah arisan ibu seorang anak sebut saja Nyonya Hindun bercerita tentang anaknya yang sedang dalam pengobatan ‘plek’ paru. Awalnya dia heran anaknya cuma punya masalah badan yang kurus dan nafsu makan yang kurang serta sesekali ada batuk-pilek tapi dokter langganannya minta supaya anaknya diperiksa lebih lanjut kearah penyakit plek paru (dokternya sendiri bilang tbc paru). Setelah diperiksa lab, uji tuberkulin (ibu-ibu mengenalnya dengan istilah tes mantuk, maksudnya mantoux test) dan rontgent paru, dokter mendiagnosis anaknya sebagai tbc. Karena dokter menerangkan rontgent paru anaknya dengan istilah banyak plek di paru (maksudnya plaque atau bercak di gambaran rontgent), maka nyonya Hindun cerita kepada yang lain anaknya terkena penyakit plek paru. Selanjutnya Nyonya Hindun sedikit mengeluh tentang pengobatan anaknya karena harus rutin tiap hari minum obat sampai 3 macam untuk 2 bulan pertama dan 4 bulan berikutnya dengan 2 macam obat. Betapa repotnya dia membujuk anaknya untuk mau minum obat secara teratur. Mendengar cerita begitu, tetangga Nyonya Hindun yaitu bu Oneng menyahut : wah itu mah seperti anak saya dulu. Bu Oneng lalu cerita kalau dulu anaknya harus diobati paling tidak 6 bulan, tapi ketika 2 bulan anaknya sudah lebih baik : makannya mulai banyak, berat badannya mulai naik, diapun menghentikan pengobatan atas inisiatif sendiri. Ketika kembali ke dokter, bu Oneng dengan lugu cerita bahwa obat untuk ‘plek’ anaknya sudah distop, dokternya agak ‘marah’ dan menasehati bu Oneng. Terpaksa akhirnya anak bu Oneng kembali menjalani pengobatan dari awal lagi. Saya menyesal nyetop obat waktu itu : kata bu Oneng. Bu Oneng lalu dengan bijaknya menasehati nyonya Hindun seperti halnya dokternya dulu menasehati dia.

Begitulah sekelumit cerita ibu-ibu di sebuah arisan. Cerita tadi bisa menggambarkan bahwa penyakit tuberkulosis (selanjutnya dapat ditulis tb atau tbc) pada anak cukup familiar di kalangan orang tua. Tetapi kebanyakan ibu malu atau sungkan bilang penyakit tbc, seringnya bilang plek atau kena plek. Meski rata-rata awalnya bingung ketika anaknya didiagnosis tuberkulosis, tapi setelah mendapat penjelasan akhirnya mereka mengerti. Anak-anak dari kalangan sosial ekonomi tinggipun bisa terkena karena bisa saja sumber penularan dari orang dekat di sekitarnya seperti pembantu di rumah,pengasuh bayi, supir atau tukang kebunnya. Tapi penularan tb bisa juga dari orang yang tidak mereka kenal mengingat mobilitas anak bepergian atau jalan-jalan cukup tinggi. Sekali waktu dipastikan anak menghirup udara atau debu jalanan yang kemungkinan mengandung kuman tbc yang ‘disemburkan’ lewat batuk atau bersin penderita tbc dewasa.

Seberapa penting masalah tbc di Indonesia ?
Indonesia saat sekarang berada peringkat ketiga setelah China dan India dalam jumlah penderita tuberkulosis (3 besar). Tuberkulosis pada anak 5-18 % dari kasus tbc yang ada. Mengingat selebihnya diderita oleh orang dewasa, maka anak-anak kita terancam tertular oleh penderita tbc dewasa. Karena apa ? Karena anak-anak biasanya tertular dari sumber infeksi yang umumnya penderita tbc dewasa. Penularan tbc dari anak ke anak sangat jarang atau boleh dikata tidak ada. Tbc pada anak dapat menimbulkan kematian karena meningitis tuberkulosis dan tb miliar akut yang sering menimpa anak dibawah lima tahun. Sementara tbc tulang dan sendi dapat mengakibatkan kecacatan permanen.

Apa kuman penyebab tbc dan bagaimana penularannya?
Nama kumannya adalah Mycobacterium tuberculosis dengan karakteristik antara lain : dapat hidup berminggu-minggu di udara kering, menyebar di dalam tubuh melalui darah (hematogenic spread), tumbuh lambat (24-32 jam), merupakan kuman aerob (membutuhkan oksigen untuk hidupnya), organ utama yang terkena adalah paru, bereplikasi luas dan sebagian besar menjadi kuman dormant (kuman yang ‘tertidur’ atau sepertinya tidak aktif padahal masih hidup).
Banyak kasus tbc yang merupakan reaktivasi dari infeksi laten (infeksi yang sudah lama berlangsung dan kumannya tetap bertahan hidup). Penularannya sebagian besar lewat udara melalui droplet nucleus yang mengandung kuman dan menembus saluran nafas sampai ke paru-paru (droplet mucleus :percikan ludah/dahak berukuran 1-5 mikron, untuk mengingat 1 mm kubik adalah 1000 mikron)

Apakah tbc hanya menyerang paru-paru ?
Tidak, karena tbc adalah penyakit sistemik yang dapat mengenai beberapa organ. Selain paru-paru, kuman tbc dapat sampai ke mata (konjunktivitis fliktenularis), menyerang selaput otak (meningitis), kelenjar getah bening (limfadenitis), kulit (skrofuloderma), persendiaan (artritis, osteomilitis), tulang (tersering tulang punggung dan tulang panggul, dikenal sebagai spondilitis dan koksitis) dan juga ginjal (tbc ginjal). Kejadian meningitis tb paling banyak terjadi pada anak dibawah umur 5 tahun. Tbc yang mengenai tulang dan sendi terjadi setelah sekitar 3 tahun infeksi. Sementara itu tbc kulit dan tbc ginjal stelah 5 tahun infeksi. Jadi kalau ada anak yang datang dengan tbc di luar paru seperti itu menandakan bahwa proses penyakit tbc sudah berlangsung lama.

Benarkah gambaran klinis tbc pada anak tidak spesifik ?
Benar! Penyakit tbc anak merupakan penyakit sistemik yang bisa mengenai beberapa organ tapi gambaran klinisnya tidak selalu spesifik, terutama tubercolusis dini. Banyak anak penderita tbc terlambat ditangani karena hal demikian. Beda dengan penderita tbc dewasa yaitu batuk-batuk lama yang disertai batuk berdarah (hemoptoe) sehingga cepat terdiagnosis dan mendapat pengobatan.

Lalu bagaimana gejala penyakit tbc pada anak ?
Gejala penyakit tbc pada anak sering kali tidak jelas sehingga orang tua tidak menyadari atau memperhatikannya. Gejala tersebut antara lain : anak yang lesu (malaise), tidak nafsu makan (anoreksia), berat badan yang menurun dalam 2-3 bulan berturut-turut atau berat badan tidak membaik dengan penanganan gizi yang dilakukan, demam tidak tinggi yang berlangsung lama atau demam hilang timbul disertai gejala seperti influenza. Anak penderita tb juga gampang menderita infeksi yang lain seperti infeksi saluran nafas akut (ISPA) berulang.
Pada anak kecil tbc tidak selalu disertai batuk berdahak atau batuk berdarah (hemoptisis) seperti pada tbc dewasa tapi pada anak yang lebih besar dapat timbul gejala seperti orang dewasa termasuk batuk darah walau jarang sekali. Selain gejala umum dan gejala paru-paru, tbc dapat mengenai organ selain paru, seperti kelenjar getah bening( limfadenitis), mata (konjuktivitis fliktenularis), kulit (skrofuloderma), sendi (yang sering terkena sendi lutut,dikenal sebagai gonitis tb), tulang dimana yang sering terkena adalah tulang pangul dan tulang punggung(spondilitis tb dan koksitis tb), bahkan sampai juga ke usus (tbc usus) dan ginjal (tbc ginjal). Anak dengan meningitis tbc datang dengan gejala kejang dan penurunan kesadaran. Untuk tbc yang mengenai kulit diketahui setelah da borok di sekitar leher atau ketiak yang tidak kunjung sembuh walau sudah diberi salep antibiotik. Anak dengan tbc tulang datang dengan keluhan timbul benjolan di punggung (dikenal sebagi gibbus pada tbc tulang). Atau tiba-tiba anak kalau jalan pincang sampai timbul kelumpuhan. Pada tbc sendi yang sering mengenai sendi lutut, lutut membengkak dan membuat anak terganggu jalannya. Pada tbc usus diketahui, diketahui setelah anak menderita diare melanjut (kronis), tbc ginjal dicurgai bila anak mengalami hematuria (kencing bercampur darah).
Cukup banyak yang datang berobat ke dokter setelah penyakit tbc sudah menyebar kemana-mana. Khusus untuk tbc sendi dan tulang, dokter anak sering malah mendapat konsul dari dokter bedah tulang (ortopedi) karena keluarga pasien membawa anaknya langsung ke dokter ortopedi. Demikian juga pada anak dengan konjunktivitis fliktenularis sering dirujuk dari dokter mata.
Karenanya orang tua harus berfikir kemungkinan anaknya menderita tb bila ditemukan gejala-gejala tadi walau tidak khas, apalagi kalau memang ada kontak dengan penderita tb dewasa aktif (orang tua, saudara, pengasuh atau tetangga dekat). Apa bila bila sudah jelas anak kontak dengan penderita tbc dewasa, anak harus segera diperikakan ke dokter untuk dilakukan tes mantoux (baca : mantu) untuk memastikan ada tidaknya infeksi tbc pada anak. Pengobatan tbc dini dapat mencegah tbc berat atau tbc yang menyebar kemana-mana

Bisa dijelaskan apa yang dimaksud dengan tes Mantoux (baca : mantu) ?
Tes mantoux atau uji tuberkulin adalah salah satu alat diagnostik tb pada anak yang sering dipakai. Tes ini dengan menyuntikkan zat yang dinamakan tuberkulin secara intra kutan (didalam kulit) pada lengan bawah pasien, dan hasilnya dibaca setelah 48-72 jam kemudian. Bila pada bekas suntikan timbul benjolan (indurasi) dengan diameter 10 mm atau lebih tes dinyatakan positif, bila 5-9 mm masih meragukan dan harus dinilai kembali, dibawah 5 mm dinyatakan negarif. Bila ingin diulang, tes mantoux dilakukan setelah 1-2 minggu penyuntikan sebelumnya. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi kuman tb pada anak. Apabila ditunjang dengan pemeriksaan klinis dan radiologis, maka diagnosis ke arah tbc makin kuat.
Hasil tes mantoux yang negatif menandakan bahwa tidak ada infeksi pada anak atau ada infeksi tapi masih dalam masa inkubasi. Mantoux tes dapat negatif (false negatif) pada keadaan anergi yaitu anak pada penderita tb dengan gizi buruk, menderita morbili (campak), pengobatan kortikosteroid yang lama dan tb yang berat (tb miler).

Sebenarnya pemeriksaan apa untuk memastikan diagnosis tuberculosis itu ?
Diagnosis pasti tbc adalah ditemukannya kuman tbc dari dahak (sputum) penderita dengan pemeriksaan BTA maupun kultur (pembiakan) kuman. Pada orang dewasa mudah untuk mengeluarkan dahak untuk diperiksakan. Pada anak disamping karena gejalanya sendiri tidak khas, kalaupun batuk tidak selalu bisa mengeluarkan dahak. karenanya bila diperlukan pemeriksaan sputum biasa dilakukan dengan cara bilas lambung karena anak suka menelan dahaknya. Tapi yang terakhir ini sudah jarang dilakukan dan dikerjakan hanya pada pusat pendidikan kedokteran. Karenanya untuk diagnosis tb pada anak dilakukan beberapa penilaian dari mulai gambaran klinis pemeriksaan laboratorium, uji tuberkulin (tes mantoux) dan foto rontgen paru/organ lain yg terkena.

Apakah gambaran foto rontgen tb anak ?
Gambaran foto rontgen pada tb anak tidak khas dan beragam. Ada yang dengan gambaran infiltrat paru (orang awam tahunya paru anaknya ada flek, maksudnya plauque atau infiltrat tadi), pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, atelektasis, kavitas, efosi pleura, kalsifikasi sampai gambaran milier. Gambaran beragam ini beda dengan rontgen orang dewasa yang spesifik seperti gambaran infiltrat yang khas, kalsifikasi dan adanya kavitas pada paru. Sekarang kita jadi tahu kenapa orang tua sering bilang anaknya terkena flek paru untuk menyebut penyakit tbc pada anaknya. Rupanya karena dokter sering bilang kalau di paru-paru ada flek-flek (maksudnya plaque atau infiltrat).

Adakah pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis tb pada anak ?
Pemeriksaan lab rutin tidak ada yang spesifik ke arah diagnosis tb, hanya saja pada anak dengan hb yang rendah atau LED (laju endap darah) yang tinggi bisa sebagai petunjuk awal. Hb yang rendah dapat karena gizi kurang akibat dari anak akibat dari anak yang nafsu makannya menurun, sementara LED yang tinggi dapat karena infeksi kronis yang salah satu penyebabnya bisa karena infeksi tbc. Belakangan ini tengah dikembangkan berbagai teknik pemeriksaan baru dengan metode PCR (polymerase chain reaction) dan uji serologik. Kesemuanya masih dalam penelitian lebih lanjut, karenanya metode tersebut belum dapat digunakan secara meluas

Lalu pada fasilitas kesehatan yang tidak lengkap sarananya, bagaimana mengobati anak yang tuberkulosis ?
Untuk dokter yang bekerja difasilitas yang tidak lengkap, IDAI (Ikatan Doker Anak Indonesia) telah membuat panduan (algoritma) penatalaksanaan tb pada anak. Bila ditemukan 3 atau lebih keadaan yang di curigai tb, bisa diberikan terapi tb selama 2 bulan, setelah itu dilakukan evaluasi. Bila respon pengobatan positif, maka pengobatan dilanjutkan sampai 6 bulan. Bila respon terapinya negatif atau malah terjadi perburukkan, besar kemungkinan bukan tb atau telah resistensi (kekebalan) kuman terhadap obat tb yang diberikan. Untuk yang terakhir pasien harus dirujuk ke RS rujukan yang lebih lengkap. Keadaan yang di curigai sebagai tb pada anak antara lain : riwayat kontak tertutup dengan penderita tb biasa dengan sputum BTA (+), reaksi yang cepat dari BCG dalam jangka 3-7 hari (umumnya 3 minggu baru timbul ulkus atau koreng), penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, atau berat badan kurang yang tidak membaik dalam satu bulan dengan pemberian gizi yang cukup, demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, batuk lebih dari 3 minggu, ditemukan pembesaran spesifik kelenjar getah bening, skrofoluderma, konjungtivitis fliktenularis, uji tuberkolin positif dan pemeriksaan rontgen yang mendukung ke arah tb. Dengan panduan tersebut penilaian klinis dokter cukup lewat anamnesa dan pemeriksaan fisis saja dapat langsung memberikan pengobatan asal ditemukan 3 atau lebih keadaan tadi.

Bagaimanakah pengobatan tb pada anak, benarkah butuh obat yang banyak dan memakan waktu yang lama ?
Ya, memang demikian. Ada 3 hal pokok yang penting untuk di ingat orang tua :
1. Obat diberikan. 2 macam atau lebih.
2. Obat diminum secara teratur setiap hari.
3. Obat diberikan untuk waktu yang cukup lama (paling cepat 6 bulan).
Obat yang sering diberikan pada penderita tb pada anak adalah Isoniazid (INH), Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Pemberian kombinasi obat diperlukan untuk mendapat hasil pengobatan yang maksimal dan untuk mencegah resistensi kuman.
Pada waktu 2 bulan pertama pengobatan anak diberikan 3 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamide) yang harus diminum tiap hari tanpa jeda. Dokter akan memberi tahu pada orang tua pasien, bahwa obat yang diminum 3 macam. Rifampisin diminum sebelum makan, yang lainnya sesudah makan. INH dan Rifampisin diminum 1 kali sehari dan Pirazinamide diminum 2 kali sehari. Orang tua juga diberi tahu bahwa nanti kencing anaknya akan berwarna merah jambu sehabis minum obat Rifampisin. Pada 4 bulan pengobatan berikutnya pasien cukup dengan 2 obat saja yaitu INH dan Rifampisin yang diminum setiap hari.
Respon pengobatan dilihat dari beberapa hal antara lain : anak yang mulai terlihat segar, nafsu makan yang membaik, berat badan naik, tidak demam-demam lagi dan keluhan batuk berkurang sampai hilang.
Pada penyakit tbc yang berat seperti pada meningitis berat atau tb milier maupun tb diluar paru (tbc tulang, tbc sendi) ditambahkan obat tb lain yaitu Etambutol atau Streptomisin pada awal pengobatan. INH dan Rifampisin pada keadaan ini diteruskan sampai 12 bulan. Selain obat anti tuberculosis tadi, pada meningitis tb, tb milier dan efusi pleura ditambahkan kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon selama 2-4 minggu dan kemudian diturunkan secara bertahap (taffering off).

Apa yang orang tua harus perhatikan dalam rangka pengobatan tb pada anak ?
Ya, sebagaimana yang kita tahu bahwa pengobatan tb membutuhkan pengobatan teratur dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Untuk itu dibutuhkan ketelatenan orang tua untuk terus memberi obat pada anak. Mungkin adakalanya anak harus dibujuk atau dimotivasi dengan pemberian hadiah asal obatnya mau terus diminum. Jangan sekali-sekali menghentikan pemberian obat sebelum waktunya hanya karena melihat anak sudah tampak lebih baik. Obat bagaimanapun harus diberikan dengan tuntas sesuai jangka waktu yang sudah ditentukan. Untuk menunjang keberhasilan pengobatan sekarang dikenal metode DOTS atau Directly Observed Therapy Shortcourse. Metode ini memberdayakan masyarakat untuk pengawasan minum obat. Dalam pengobatan tb pada anak, masyarakat yang berperan selain orang tuanya sendiri dapat juga keluarga yang lain atau tokoh masyarakat yang disegani di lingkungannya.
Selain obat, penanganan tb pada anak disertai juga dengan pemberian gizi yang baik dan pencegahan/pengobatan dari penyakit infeksi lain.

Apakah efek samping obat yang harus diwaspadai orang tua ? Efek samping obat tb tapi jarang pada anak adalah gangguan pada hati. Karenanya bila anak setelah minum obat tb terlihat kuning, cepat segera ke dokteruntuk mendapat penanganan selanjutnya. Dokter biasanya akan memeriksakan kadar SGOT/SGPT pasien. Efek samping lain yang lebih jarang adalah gangguan saluran cerna, rash dikulit dan neuritis perifer. Berhubung dosis obat untuk anak lebih kecil dari orang dewasa, efek samping relatif jarang terjadi pada anak.

Bagaimana dengan anak yang ada riwayat kontak erat dengan penderita tbc aktif dewasa, apakah harus diobati juga ? Untuk keadaan keadaan yang demikian, maka anak harus dilakukan uji tuberkulin. Kalau hasilnya positif berarti si anak sudah terinfeksi, bila disertai klinis dan pemeriksaan penunjang yang mendukung anak diobati dengan 2 atau lebih macam obat sampai paling tidak 6 bulan. Tapi bila uji tuberkulinnya negatif, maka anak mendapat pengobatan pencegahan (kemoprofilaksis) primer yaitu dengan pemberian INH (isoniazid) selama 3 bulan. Setelah 3 bulan dilakukan tes mantoux ulang, bila hasilnya tetap negatif obat tidak dilanjutkan. Tetapi bila menjadi positif berarti pengobatan 3 bulan tersebut gagal, anak diterapi dengan profilaksis sekunder selama 6-12 bulan. Profilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberkulin positif, tapi klinis anak baik tapi punya resiko menjadi tb aktif. Faktor resiko itu adalah : anak usia balita, dalam pengobatan steroid/penekan sistim imun, sakit keganasan, gizi jelek dan menderita infeksi virus termasuk HIV. Pengobatan profilaksis juga diberikan pada anak yang dengan konversi uji tuberkulin (dari semula negatif menjadi positif) dalam waktu 12 bulan tanpa kelainan dan radiologis.

Apakah imunisasi BCG mencegah anak dari penyakit tbc ?
Vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang dibuat dari Mycobacterium bovis, vaksin ini mempunyai proteksi yang bervariasi dari 0-80%. Jadi vaksin BCG tidak menjamin 100% mencegah tb tetapi dapat mengurangi resiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberculosis dan tb milier. Sekarang tengah dikembangkan pembuatan vaksin baru untuk menggantikan vaksin BCG selama ini. Semoga saja vaksin baru pengganti BCG benar-benar memberi perlindungan maksimal terhadap penyakit tbc.

Bagaimana agar tbc pada anak tidak menjadi berat atau menjalar kemana-mana?
Seperti diuraikan sebelumnya, pertama : memberikan imunisasi BCG pada waktu yang telah ditentukan (bayi <2 style="">Banyak kasus tb pada anak datang dengan keadaan yang berat seperti meningitis tb dan tb milier. Sebagian lagi dengan penyakit tb diluar paru seperti tbc sendi, tbc tulang, tbc kelenjar atau tbc kulit. Padahal sesungguhnya bila diketahui secara dini bisa dicegah keadaan yang berat seperi itu

Terakhir, bagaimana bisa menekan jumlah kasus tbc pada anak ?
Kasus tbc pada anak dapat ditekan melalui vaksinasi BCG dan pengobatan profilaksis. Berhubung imunisasi BCG tidak seratus persen mencegah tbc, maka penanganan tbc pada orang dewasa harus juga dilakukan dengan tuntas dan dilakukan serentak. Untuk itu pemerintah tengah menggalakkan Gerdunas (gerakan terpadu nasional) pemberantasan penyakit tbc dengan memberikan obat tbc gratis pada masyarakat, penyebarluasan tempat untuk memperoleh obat tbc gratis (seluruh puskesmas) dan mengoptimalkan metode DOTS, sehingga tanggung jawab pemberatasan tb melibatkan banyak pihak termasuk tokoh masyarakat atau tokoh agama yang disegani.
Kepatuhan meminum obat tbc dalam jangka waktu lama adalah salah satu kendala dalam pengobatan tbc pada orang dewasa. Apabila hal tersebut berlangsung terus, maka sumber penularan tbc pada anak akan terus meningkat dan anak-anak kita selalu dalam ancaman orang dewasa yang tidak sadar bahwa mengobati diriya berarti juga menyelamatkan banyak anak-anak disekitarnya. Selain itu semua, perbaikan lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk pendidikan tidak kalah pentingnya dalam menekan kasus tbc di Indonesia.

Senin, 20 April 2009

Penyakit campak pada anak


Ronal, 5 tahun, sudah 3 hari ini demam, batuk, pilek dan belakangan mencret. Ibu Firni, ibunya Ronal cukup memberikan obat persediaan di rumah yang dibelinya di Minimarket beberapa waktu lalu. Sayang dengan obat itu belum ada perubahan, malah demamnya makin tinggi, demikian juga dengan batuk pileknya masih ‘bandel’. Ketika dilihat di sekitar muka dan leher Ronal ada bercak kemerahan, bu Firni curiga apakah ini karena alergi obat atau demam berdarah. Keesokan hari terlihat ruam kulitnya makin menyebar sampai dada dan punggung. Segera saja Ronal dibawa ke klinik terdekat. Dokter memeriksa Ronal, memberitahu bu Firni bahwa Ronal terkena penyakit campak, bukan alergi atau demam berdarah. Apa harus dirawat, dok ? bu Firni bertanya. Dokternya bilang Ronal tidak perlu dirawat karena Ronal masih mau minum-makan dan obat yang diberikan selama ini bisa ditelannya. Dokter menasehati bila Ronal muntah-muntah atau batuk-batuknya berlanjut jadi sesak, Ronal harus segera dibawa ke RS untuk dirawat. Tidak lupa dokter mengingatkan kepada bu Firni bahwa Ronal harus benar-benar istirahat di rumah, sementara waktu tidak boleh bertemu dengan teman-temannya karena Ronal dapat menularkan penyakitnya.
Bagaimana dengan merah-merah di kulitnya, dok ? O, ya ruam-ruam di kulit Ronal 1 hari atau 2 hari lagi akan menyebar ke seluruh tubuh dan setelah itu demamnya akan turun, dokternya menjelaskan. Jangan kaget kalau nanti di kulit Ronal banyak hitam-hitam di bekas ruamnya itu dan jadi bersisk seperti ganti kulit. Satu minggu diperkirakan kulit Ronal bisa mulus kembali, dokter ini mengakhiri penjelasannya.

Penyakit campak (morbilli,rubeola) seperti yang dialami Ronal masih saja terjadi di banyak tempat di Indonesia. Pada waktu yang lalu malah sampai menimbulkan KLB atau kejadian luar biasa meskipun vaksinasi campak sudah dijadikan program imunisasi wajib sejak lama. Masalahnya : kesadaran orang tua untuk mengimunisasi anaknya mulai mengendur akhir-akhir ini.
Penampilan penyakit campak apalagi setelah keluar ruam-ruam di kulit membuat orang tua khawatir apakah anaknya menderita sakit berat. Campaknya sendiri tidak berakibat fatal tapi komplikasinya yang berat seperti bronkopneumonia (radang paru) dan ensefalitis (radang otak) yang sering menyebabkan kematian pada anak.

Apakah penyakit campak sama dengan penyakit ‘tampek’ yang dikenal para orang tua ?
Ya, penyakit ‘tampek’ tidak lain dan tidak bukan adalah penyakit campak. Nama lain adalah morbilli atau rubeola. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai measles. Dalam bahasa daerah mungkin banyak istilah yang lain. Penyakit ini sangat menular dan menyerang terutama anak-anak, kendati dapat juga mengenai orang dewasa yang belum pernah terinfeksi atau divaksin sewaktu masih anak-anak.

Apa kuman penyebabnya, bagaimana cara penularannya dan berapa lama masa inkubasinya ?
Penyakit campak disebabkan oleh virus morbilli atau virus rubeola yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah penderita. Penularannya melalui droplet atau percikan ludah/batuk penderita. Timbul gejala penyakit setelah 10 sampai 20 hari anak kontak dengan penderita.

Benarkah infeksi virus morbilli ini ’berbahaya’ bagi ibu yg sedang hamil ?
Ya, infeksi virus morbilli pada ibu hamil muda (1-2 bulan pertama) kemungkinan besar mengalami abortus (keguguran), bila terinfeksi pada kehamilan selanjutnya, maka bayi yang dilahirkan kemungkinan mengalami kelainan kongenital, berat badan lahir rendah atau lahir mati. Karenanya pada wanita yang merencanakan kehamilan dan belum pernah divaksin campak, dianjurkan untuk divaksin campak terlebih dulu, atau diberikan vaksin gabungan yang ada komponen campaknya seperti MMR (measles,mumps,rubella).

Bagaimana perjalanan penyakit campak pada anak ?
Penyakit campak mempunyai 3 stadium yaitu stadium permulaan (prodromal,kataral), stadium erupsi dan stadium penyembuhan (konvalesen).Pada stadium permulaan yang berlangsung kurang lebih, 4-5 hari, gejalanya mirip dengan influenza (flu): batuk-pilek, demam disertai radang pada selaput lendir hidung,mulut,tenggorokan,nyeri sendi/otot, sakit kepala, silau bila terkena sinar matahari (fotophobia), kadang kala ada diarenya juga. Pada mata ditemukan mata yang merah (injeksi silier). Tanda khas yang dapat ditemukan pada stadium ini adalah bercak Koplik.
Pada stadium erupsi :gejala demam, batuk pilek dan radang bertambah berat. Mulai timbul bercak kemerahan (ruam makulopapular) yang timbul secara berurutan mulai kepala/wajah, badan, tangan sampai kaki secara berurutan. Yang khas adalah awal timbul ruam selalu mulai dari belakang telinga, tengkuk, batas rambut dan muka. Ruam akan mencapai anggota bawah pada hari ketiga. Ruam selanjutnya akan menghilang sesuai dengan urutan timbulnya, bersamaan dengan turunnya demam selama stadium ini anak masih infeksius atau menularkan.
Stadium konvalesen (penyembuhan) dimulai setelah ruam timbul merata, suhu badan berangsur turun dan normal kembali. Ruam akan menghilang dan menjadi bercak kehitaman (hiperpigmentasi) dengan kulit yang mengelupas seperti bersisik (ganti kulit). Hiperpigmentasi ini akan menghilang dalam jangka waktu 1 sampai 2 minggu. Yang harus diingat hiperpigmentasi adalah ciri khas pada campak.

Ada penyakit yang namanya campak jerman, apa bedanya dengan campak yang ‘biasa’ ?
Ya campak jerman atau dikenal dengan rubella atau German Meales, penyebabnya adalah virus rubella, virus yang beda dengan virus campak (rubeola). Penyakit ini klinis mirip dengan campak, tapi lebih ringan dan gejala lebih cepat hilang. Dapat timbul juga ruam kulit seperti campak tapi tidak sampai menimbulkan hiperpigmentasi. Yang khas pada campak jerman adalah adanya pembesaran kelenjar getah bening di daerah suboksipital, leher belakang dan belakang telinga.
Seperti halnya campak, infeksi virus rubella pada ibu hamil dapat mengakibatkan keguguran atau anak lahir dengan kelainan bawaan (sindrom rubella kongenital).

Apa komplikasi penyakit campak ?
Komplikasi lebih merupakan kejadian sekunder. Anak yang terkena campak, maka daya tahan tubuh akan menurun dan itu akan menyebabkan terjadinya komplikasi sekunder seperti bronkpneumonia (radang paru), otitis media akut dan ensefalitis. Komplikasi ini akan lebih mudah terjadi pada anak yang memang sebelum sakit sudah mempunyai daya tahan tubuh yang lemah seperti pada anak dengan gizi buruk, tbc, penyakit keganasan (mis. leukemia) dll.

Bagaimana prinsip pengobatan campak dan apa perlunya anak diisolasi ?
Prinsip pengobatan campak pada anak adalah perbaikan keadaan umum, mengurangi keluhan/gejala dan dirawat bila terdapat komplikasi.
Perawatan umum dengan memberikan cukup cairan, nutrisi dan juga vitamin A 100.000 unit. Untuk menurunkan demam selain dikompres hangat (tidak lagi kompres dingin) dapat diberikan antipiretik (penurun panas), batuk dan pilek diberikan mukolitik ataupun dekongestan. Antibiotika diberikan bila ada infeksi sekunder atau komplikasi. Kulit yang gatal diberikan bedak salisil atau bedak bayi. Selama ini ada anggapan keliru para orang tua bahwa anak campak tidak boleh kena air (alasannya kalau kena air ‘tampek’nya tidak bisa keluar semua), ini anggapan yang salah!
Anak tetap harus dimandikan, kalau demam gunakan dengan air hangat, paling tidak dilap hangat-hangat kuku. Bayangkan kalau anak berhari-hari tidak mandi, maka kulit anak akan bertambah gatal yang dapat menimbulkan infeksi sekunder pada kulit.
Anak selama sakit harus ‘diisolasi’ kendati anak hanya istirahat dirumah. Jauhi kontak dengan anak-anak lain dan ibu hamil. Anak penderita campak selama masih timbul ruam dan batuk dapat menularkan penyakitnya yang lain.

Bagaimana upaya pencegahan agar anak tak terkena campak ?
Untuk mencegah penyakit ini untungnya sudah ditemukan vaksinnya. Vaksin ini berasal dari virus campak yang sudah dilemahkan. WHO menganjurkan pemberian vaksin campak pada bali usia 9 bulan dengan mempertimbangkan bahwa antibody dari ibu diperkirakan sudah hilang atau menurun pada usia tsb. Vaksin disuntikkan secara subkutan (dibawah kulit) atau intra muskular. Dianjurkan vaksinasi ulangan pada usia 6-7 tahun dan biasanya diberikan sewaktu ‘bulan imunisasi anak sekolah’ (BIAS). Imunisasi ini berhasil menekan angka kejadian campak di Indonesia. Kendati begitu-walau jarang- anak yang sudah di imunisasi campak masih bisa terkena tapi gejala klinisnya jauh lebih ringan.
Di luar negeri vaksin campak diberikan bersama dengan vaksin mumps (gondongan) dan rubella (campak jerman) dikenal sebagai MMR. Di Indonesia MMR dianjurkan diberikan pada usia mulai 15 bulan.

Minggu, 19 April 2009

Kejang Demam pada anak ( Step )



Adi, anak laki-laki usia 1 tahun enam bulan, pada jam 6 sore itu mendadak demam walau tidak terlalu tinggi. Sehari sebelumnya sudah ada gejala batuk dan pilek-pilek. Ibunya segera meminumkan obat penurun panas yang ada di rumah. Tapi 2 Jam kemudian demamnya makin meninggi (seperti memegang “ kompor” ibunya mengibaratkan) dan ibunya mulai cemas karena demam anaknya tak kunjung turun.
Kecemasan bercampur kepanikan ibunya makin menjadi ketika sang anak pada jam 11 malam tiba-tiba matanya mendelik keatas, mulutnya mengancing rapat bahkan sebagian lidahnya sempat tergigit, berlanjut dengan kejang kaku pada seluruh tubuhnya yang kemudian menjadi kejang kelojotan. Ibunya berteriak-teriak histeris memanggil semua orang yang ada di rumah (sayang pada waktu itu ayahnya Adi sedang dinas keluar kota ).
Bersama pengasuhnya, ibunya Adi berusaha memberikan pertolongan dengan segala kepanikannya. Dimintanya sendok yang dibalut kain untuk mengganjal mulut Adi agar lidahnya tidak tergigit sembari terus menepuk-nepuk badan maupun pipi Adi dan memanggil-manggil nama anaknya. Pengasuhnya membantu dengan melonggarkan pakaian Adi dan mengompresnya. Kebetulan waktu itu sedang menginap nenek Adi yang baru tiba dari kampung, sang nenek sibuk komat kamit berdoa sambil menghambur-hamburkan garam dapur ke sekeliling rumah karena beranggapan cucunya ‘kesambet’ (kebetulan rumah orang tua Adi dekat dengan pohon beringin tua ‘angker’ yang usianya sudah ratusan tahun kabarnya). Hampir 1 menit anaknya seperti itu, tapi pada akhirnya kejangnya berhenti sendiri, anaknya menjadi lemas tertidur dan sempat menangis sebentar. Segera ibunya membawanya ke RS, di jalan Adi sempat kembali menangis dan meminta minum pada ibunya.

Kejadian di atas bisa jadi juga dialami oleh ibu yang lain. Hampir kebanyakan orang tua akan panik bila menghadapi keadaan demikian. Anak yang mulanya demam biasa tapi kemudian mendadak tinggi dan diikuti dengan kejang jelas menakutkan pada sebagian besar orang tua. Dalam kasus di atas Adi mengalami kejang demam atau orang awam mengatakannya sebagai ‘step’.

Apa itu kejang demam atau ‘step’?
Kejang demam (KD) didefinisikan sebagai suatu serangan atau bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh anak (di atas 38 C suhu rectal), biasa terjadi pada bayi atau anak mulai usia 6 bulan sampai 5 tahun dimana penyebab demamnya adalah proses ekstra kranial (diluar penyakit atau infeksi pada otak) dan terbukti tidak ada penyebab tertentu. Kejang demam harus di bedakan dengan epilepsi yang kejangnya tanpa demam atau kejang pada anak yang menderita infeksi intrakranial seperti radang otak (ensefalitis) atau radang selaput otak (meningitis). Pada keadaan yang terakhir anak demam kemudian kejang dan pasca kejang anak mengalami penurunan kesadaran. Pada kejang demam ; anak setelah kejang kembali sadar seperti sedia kala, seperti halnya Adi yang sempat menangis dan meminta minum kepada ibunya atau kalau bayi kembali menetek ibunya.

Mengapa anak bisa KD?
Sampai saat sekarang belum diketahui pasti mengapa anak utamanya yang dibawah 5 tahun dapat mengalami kejang demam. Hipotesis ada yang menyatakan bahwa secara genetik ambang kejang pada anak berbeda-beda dan ambang kejang tersebut akan turun pada kenaikan suhu. Yang jelas ada 3 faktor yang berperan penting yaitu faktor suhu, infeksi dan umur. Kenaikan suhu yang tinggi dan proses kenaikan suhu yang cepat akibat berbagai infeksi (ISPA, otitis media, tonsillitis, gastroenteritis akut dsb) dapat mencetuskan terjadinya kejang demam pada kelompok anak berumur 6 bulan-5 tahun. Hanya saja pada sebagian kecil kelompok, anak kejang dapat timbul pada demam yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 38 C) tapi tetap yang terbanyak adalah pada suhu diatas 39 C.

Apa gejala atau manifestasi klinis kejang demam?
Kejang demam biasa terjadi pada awal demam, pencetusnya adalah cepatnya peningkatan suhu tubuh. Anak pada mulanya menangis, kemudian tidak sadar, diikuti kaku otot (tonik) dan berlanjut dengan kejang kelojotan (klonik), berulang, ritmik kemudian lemas dan tertidur. Dapat juga didahului dengan mata yang mendelik ke atas dan mulut yang mengunci rapat sampai bisa menggigit lidah anak. Bentuk kejang yang lain : langsung gerakan sentakan berulang atau sentakan maupun kekakuan lokal (kejang fokal). Lama kejang kebanyakan dibawah 5 menit, tapi pada sebagian kecil bisa sampai 15-30 menit. Pada kejang demam, pasca kejang anak tertidur dan bila dibangunkan menangis dan sadar.

Apa yang dimaksud dengan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks?
Secara klinis kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana : kejang berlangsung kurang dari 15 menit, kejangnya umum dan tunggal (dalam 24 jam demam hanya satu kali kejang). Sedangkan kejang demam kompleks : kejang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang fokal dan atau multiple (terjadi 2 kali atau lebih kejang dalam 24 jam demam).

Apa faktor resiko kejang demam pertama?
Diketahui ada beberapa faktor yang membuat seorang anak beresiko untuk mengalami kejang demam untuk pertama kali. Faktor tersebut antara lain : riwayat keluarga dengan kejang demam, bayi baru lahir yang sempat dirawat selama lebih dari 4 minggu, anak dengan perkembangan terlambat (delayed development), anak dengan pengawasan khusus/perawatan khusus, kadar natrium darah yang rendah dan yang terpenting adalah temperatur yang tinggi.

Apakah seorang anak yang pernah kejang demam bisa kembali berulang?
Diketahui ada sekitar 33 % anak yang dapat mengalami kejang berulang 1 kali atau lebih. Makin muda usia anak mendapat kejang demam pertama kali, makin besar kemungkinan kambuh. Selain itu faktor cepatnya si anak kejang setelah demam, temperatur yang ‘rendah’ (<38 C)

Apakah anak yang kejang demam dapat menjadi epilepsi ?
Sebagian besar kejang demam tidak berkembang menjadi epilepsi. Tapi diketahui ada beberapa faktor yang membuat seorang anak yang pernah KD beresiko menjadi epilepsi. Faktor-faktor tersebut antara lain : perkembangan abnormal sebelum kejang demam yang pertama (misal : anak penderita cerebral palsy atau CP), riwayat keluarga dengan epilepsi dan kejang demamnya dikategorikan kejang demam kompleks.

Apakah kejang demam membuat anak tidak cerdas (bodoh) ?
Tidak pernah ada bukti bahwa kejang demam akan dapat menurunkan kecerdasan anak. Anak yang pernah kejang demam sewaktu kecil sama cerdasnya dengan mereka yang tidak pernah kejang demam. Lain halnya kalau ternyata seorang pernah kejang disertai demam dan penyebabnya diketahui sebagai infeksi otak (ensefalitis, meningoensefalitis) yang dapat menimbulkan kerusakan permanen pada otak dan akhirnya mempengaruhi perkembangan anak termasuk kecerdasannya.

Apa penanganan/pengobatan yang dilakukan pada anak dengan kejang demam ?
Seandainya kejang demam terjadi dirumah, orang tua diharapkan tetap tenang, apabila mulut sang anak mengunci rapat sampai mengigit lidah, bisa diberikan pengganjal pada mulutnya dengan sendok yang dibalut kain atau bantalan apa saja yang empuk. Longgarkan semua pakaian yang ketat, kompres hangat untuk membantu menurunkan suhunya (jangan lagi pakai kompres dingin atau alkohol). Umumnya kejang berhenti sendiri, tapi bila kejang harus segera diberikan anti kejang (anti konvulsan) secepatnya. Kalau dirumah bisa diberikan anti kejang yang berbentuk rectal tube dimana obat tersebut disemprotkan ke dalam anus, satu hal yang bisa dikerjakan oleh orang tua. Di klinik/IGD dokterpun sering menggunakan obat anti kejang yang berbentuk rectal tube, karena mudah dan praktis ketimbang obat yang harus disuntikkan. Setelah kejang teratasi dilanjutkan dengan pemberian obat penurun panas sesegera mungkin, lagi-lagi yang diberikan lewat anus (seperti proris supp, propyretic supp atau dumin supp). Pemberian obat demm lewat anus pada saat pasca kejang dianjurkan karena anak biasanya tertidur ditambah lagi dengan efek obat anti kejang yang membuat anak mengantuk (efek sodasi). Bila demam tinggi sekali (hiperpireksia) apalagi sebelumnya anak diare atau muntah, anak harus dirawat dan dipasang infus untuk masukkan cairan maupun obat selanjutnya.
Sebagian besar anak dengan kejang demam bisa dipulangkan dan berobat jalan. Sewaktu pulang orang tua dibekali obat panas umumnya golongan parasetamol (sanmol, panadol, tempra, dumin dsb) atau golongan ibuprofen (proris, fenris, bufect dsb) yang ditambah juga dengan obat pencegah kejang (diazepam). Obat dapat diberikan dalam puyer racikan atau terpisah berupa sirup penurun panas dan puyer anti kejang (diazepam). Bila demamnya disebabkan infeksi bakteri diberikan antibiotika. Dokter adakalanya juga membekali orang tua dengan obat anti kejang (diazepam) dalam bentuk rectal tube (nama dagangnya stezolid) dan penurun panas dalam bentuk supposotoria (proris, dumin, propyretic). Selain itu orang tua diberikan edukasi oleh dokter bila menghadapi anak yang kembali demam dengan kaitannya dengan penggunaan dan dosis obat demam yang sesuai. Banyak orang tua yang sering memberikan dosis obat panas yang kecil karena sering memakai patokan dosis obat yang lalu, karenanya jangan malu bertanya pada dokter berapa dosis obat penurun panas yang tepat sesuai berat badan anak.
Dengan edukasi yang baik, diharapkan orang tua bertindak cepat ketika anaknya demam dan tidak terlambat membawa ke dokter.

Apakah diperlukan obat pencegah kejang yang rutin atau cukup sewaktu anak demam saja?
Pengobatan pencegahan (profilaksis) dengan anti konvulsan bertujuan mencegah kambuhnya kejang, bisa diberikan intermitten (sewaktu demam saja) atau yang diberikan rutin terus menerus. Profilaksis intermitten bisa diberikan lewat racikan obat panas dan anti konvulsan (diazepam) atau dengan anti konsulvan supp yang dimasukkan lewat anus. Bila berat badan anak kurang dari 10 kg memakai diazepam supp 5 mg tapi bila sudah dia tas 10 kg memakai diazepam supp 10 mg. Kebanyakan kasus kejang demam hanya butuh profilaksis intermitten atau sewaktu demam saja.
Profilaksis terus menerus selama 1 tahun (sejak dari kejang terakhir) diberikan secara individual dan pada kasus tertentu saja. Obat yang sering adalah fenobarbital (luminal) atau yang makin sering dipakai sekarang karena efek sampingnya minimal adalah asam valproat (depakene). IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia) melalui UKK Neurologi Anak memberikan rekomendasi profilaksis terus menerus pada keadaan sebagai berikut : sebelum kejang pertama sudah ada kelainan neurologik yang nyata (cerebral palsy, mikrosefal atau retardasi mental), riwayat kejang demam yang lama, kejang demam fokal dan dipertimbangkan pada anak yang mendapat kejang pertama pada usia kurang 12 bulan atau terjadi kejang multiple (2 kali kejang atau lebih) dalam satu episode demam atau kejang demam lebih dari 4 kali dalam setahun.

Beberapa Tips : keadaan yang perlu diwaspadai !
Beberapa hal yang perlu diwaspadai pada anak dengan kejang demam antara lain :

  • Munculnya demam pada anak yang pernah kejang demam.
  • Kejang demam pertama pada anak usia kurang 12 bln, karena punya kemungkinan berulang.
  • Kejang demam yang lama (15 menit) atau kejang fokal yang bisa menimbulkan gangguan otak.
  • Efek samping obat anti konvulsan (anti kejang) : depresi napas, gangguan fungsi hati, gangguan perilaku, gangguan intelektual dll.
  • Setiap anak kejang demam harus disingkirkan kemungkinan meningitis, ensefalitis tau ensefalopati karena berdampak pada prognosa (harapan kesembuhan) dan gejala sisa yang mungkin timbul.

Senin, 13 April 2009



Diare atau mencret pada anak



Maya, anak perempuan usia 2 tahun sampai siang itu sudah mencret-mencret 5 kali. Kendati begitu anak tersebut tetap seperti biasa, tetap mau minum-makan dan tidak ada yang dimuntahkan. Dia tetap aktif bermain dan ketawa ketiwi dengan teman-temannya. Ibunya khawatir Maya kekurangan cairan, karenanya sore itu langsung dibawa ke dokter.Setelah dokter langganannya menanyakan segala sesuatunya kepada sang Ibu, Mayapun diperiksa dan dokter menyatakan Maya cukup berobat jalan saja. Dokter menganjurkan Maya banyak minum, Syukur kalau dia mau minum semacam oralit atau pedialit, tapi kalau tidak mau dengan air putih biasapun boleh saja, susunya tetap dilanjutkan, hanya untuk makannya sementara tidak dengan sayur atau makanan yang berserat. Buah-buahan semacam pepaya atau melon yang dapat merangsang anak untuk buang air besar untuk sementara distop. Kendati begitu dokter mengingatkan seandainya Maya masih terus mencret, tapi kemudian tidak mau minum atau setiap minum/ makan selalu dimuntahkan, maka Maya harus segera dibawa ke Rumah Sakit.
Koko, anak laki-laki berusia 3 tahun, diketahui sejak kemarin mencret-mencret sampai 6 kali, tapi masih mau minum walau sedikit, pagi ini dia masih mencret malah makin sering disertai dengan muntah-muntah apalagi habis diberi minum atau makan. Kokopun kelihatan semakin lemas, ketika ditawari minum dia menolak. Obat rumah yang coba diberikan ibunya juga dimuntahkan. Sampai jam 10.00 pagi Koko mencret sudah lebih 10 kali ( Ibunya bilang sudah tak terhitung, dok), isinya tinggal air saja, hampir tidak ada ampasnya lagi. Muntahnyapun sudah 6 kali dan membuat Koko makin lemas. Ibunya melihat mata anaknya tampak cekung, ketika menangis sudah tak ada lagi keluar air mata, Buang air kecilnya makin jarang, setahu ibunya Koko kencing terakhir kali jam 4 pagi, itupun cuma sedikit tidak sebanyak biasanya, ujung tangan dan kakinya ketika diraba sudah dingin, sedingin es. Betapa kaget sang Ibu ketika dokter memberitahu bahwa Koko harus dirawat di Ruang ICU, karena Koko sudah kekurangan cairan ( dehidrasi ) yang berat sampai shock dan kesadaran yang menurun.

Kasus yang diilustrasikan diatas menunjukkan bahwa mencret- mencret atau diare pada anak bisa ‘ringan-ringan’ saja tapi kalau sampai terlambat ditangani bisa menjadi berat, dan bisa berujung pada kematian.
Mencret boleh dikata merupakan penyakit yang cukup sering dialami oleh anak. Ada Ibu yang begitu khawatirnya, sehingga anak yang baru mencret beberapa kali dan masih mau minum segera dibawa ke dokter (seperti kasus Maya), tapi sebaiknya ada juga Ibu atau orang tua yang lalai atau terlambat mencari pertolongan (seperti kasus Koko)
Di Indonesia dan negara berkembang diare masih merupakan penyebab angka kesakitan pada anak dan penanganan diare yang tepat dan cepat akan menurunkan angka kematian karena diare. Orang tua diharapkan mengetahui atau mengenali keadaan diare yang punya potensi untuk menjadi berat.

Apakah diare itu ?
Diare adalah perubahan konsisten tinja (menjadi encer) akibat kandungan cairan dalam tinja melebihi normal (> 10 cc/kg BB/hari) yang menyebabkan frekuensi buang air besar (defekasi) menjadi lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa lendir/darah pada anak yang sebelumnya diketahui sehat. Diare akut kalau anak diare kurang dari 2 minggu, tapi bila lebih dari 2 minggu dikatakan sebagai diare kronik.
Diare sesungguhnya usaha pertahanan tubuh untuk mengeluarkan kuman dan toksinnya dari tubuh, tapi menjadi masalah karena sering dengan menyerap cairan di dinding usus.

Bagaimana cara penularannya ?
Cara penularan sebagaimana banyak diketahui melalui transmisi oro-fekal dimana makanan/ minuman yang masuk kedalam tubuh tercemar oleh tinja yang mengandung kuman. Dalam istilah asing dikenal istilah 4 F : Feces (tinja), Fly (lalat), Finger (jari) and Food (makanan). Dengan mengetahui cara penularan tersebut dapat dilakukan segala upaya untuk memutus rantai penularan diare.

Apa faktor resiko timbulnya diare ?
Banyak faktor atau keadaan yang beresiko untuk terjadinya diare antara lain : tidak tersedianya sarana air bersih, tidak adanya MCK (mandi, cuci, kakus) yang layak, higiene perorangan/ keluarga maupun lingkungan yang buruk dan cara penyapihan yang tidak baik (misal memberi susu atau makanan tambahan terlalu dini).

Apakah penyebab dari diare ?
Penyebab diare sesungguhnya banyak tapi yang paling sering adalah infeksi usus yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Penyebab lain adalah bahan kimia makanan, obat-obatan, psikis, alergi susu sapi/makanan, malabsorpsi makanan dan gizi buruk.

Apa akibatnya kalau anak diare ?
Pada diare anak akan kekurangan cairan yang menimbulkan keadaan dehidrasi diikuti dengan kehilangan elektrolit yang menimbulkan hipokalemia atau hiponatremia (kadar kalium dan natrium dalam darah yang rendah). Selain itu karena masukan gizi yang berkurang akan menimbulkan hipoglikemia/gangguan gizi lain serta gangguan sistim asam-basa tubuh yang mengakibatkan asidosis metabolik (ditandai dengan anak bernafas cepat dan dalam). Akibat paling berat bila sudah timbul gangguan sirkulasi adalah syok. Syok yang tidak teratasi dengan cepat dan tepat akan menimbulkan kematian pada anak.

Bagaimana menilai derajat dehidrasi (kekurangan cairan) pada diare?
Penilaian derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan penilaian kehilangan berat tubuh (defisit cairan). Dibutuhkan data berat badan anak pada waktu sehat sebelum sakit, lalu dibandingkan dengan berat badan saat diare. Penurunan berat badan sampai 5 % menunjukkan diarenya tanpa dehidrasi. Penurunan berat badan 5-10% menunjukkan dehidrasi ringan-sedang, sedangkan bila kehilangan berat badan sampai lebih dari 10% sudah menunjukkan dehidrasi berat.
Hanya saja tidak selalu orang tua mengetahui berat badan sebelum sakit sebab dibutuhkan data berat badan yang paling dekat dengan waktu anak sakit. Jarang sekali orang tua yang menimbang berat badan anaknya secara rutin tiap bulan, apalagi tiap minggu.

Apa yang dokter nilai pada anak yang diare ?
Dokter atau petugas kesehatan selalu melakukan penilaian pada anak baik dengan wawancara (anamnesa) dan pemeriksaan fisik. Segera waktu anak datang ke Rumah Sakit, anak ditimbang berat badannya. Selanjutnya dinilai keadaan umumnya/kesadarannya, kalau ubun-ubun besarnya masih terbuka dinilai apakah sudah cekung atau tidak, mulut dan lidahnya dinilai apakah masih basah atau sudah kering, matanya cekung atau tidak, kalau menangis apa masih keluar air mata, kulit perut dicubit untuk menilai kelenturan (turgor) perut apakah sudah menurun, ujung jari tangan dan kaki apa masih hangat atau sudah dingin. Dari wawancara (anamnesa) dengan orang tua ditanyakan sudah berapa kali mencretnya, volumenya, campur darah atau lendir. Apakah juga disertai dengan muntah-muntah. Apakah selama dirumah masih mau minum, apakah mau minum tapi selalu dimuntahkan atau malah menolak minum. Bagaimana juga dengan kencingnya : sudah berapa lama kencing atau kalau bisa kencing apakah masih banyak seperti biasa atau sudah sedikit.
Diare yang berat mengakibatkan anak tidak kencing-kencing (normal anak kencing tiap 4-6 jam ), mulut dan lidah yang kering, matanya terlihat cekung dan kalau menangis tidak mengeluarkan lagi air mata, ubun besar yang cekung dan kelenturan kulit (turgor ) perut yang menurun. Kalau sudah syok, anak tampak sekali lemah/lemas, mulai terjadi penurunan kesadaran dimana anak inginnya tidur terus dan tidak mau lagi minum serta kalau kita pegang ujung tangan atau kakinya dingin.

Bagaimana penanganan / pengobatan anak dengan diare ?
Prinsip penanganan diare adalah penggantian cairan yang hilang sesegera mungkin. Bila anak masih mau minum dan tidak dimuntahkan, maka anak tetap diberi ASI (kalau masih minum ASI) dan harus segera diberikan cairan rehidrasi oral (CRO). Cairan rehidrasi oral bisa berupa oralit, pedialit, larutan gula garam sampai minuman suplemen seperti pocari sweat. Cairan tersebut mempunyai komposisi yang hampir sama dengan cairan yang dikeluarkan bersama tinja anak yang diare. Pemberian cairan rehidrasi oral ini bisa dilakukan dirumah. Bila anak tidak menyukai rasa cairan tersebut, bisa diganti dengan cairan yang bisa diterima seperti air putih/aqua atau air putih yang diberikan gula secukupnya (manis jambu). Perhitungan cairan yang diberikan adalah : kalau diare 10 cc/kg BB setiap buang air besar, kalau muntah 2-5 cc/kg BB setiap muntah. Hanya saja kalau muntah anak tidak boleh diberikan minum dengan cara yang biasa, anak diberikan minum sedikit demi sedikit dengan sendok dan ditingkatkan bertahap. Adakalanya dokter memberikan obat muntah, maka anak minum/makan setelah setengah jam meminum obat muntahnya.
Harus selalu diingat bahwa anak diare tidak selalu harus di infus dan dirawat. Anak diare diinfus bila dengan pemberian cairan rehidrasi oral gagal karena muntah yang terus menerus, berak yang profuse (makin lama makin sering), anak yang menolak minum atau anak dengan kesadaran yang menurun.
Cairan infus yang sering dipakai adalah Ringer Laktat, Asering, NaCL 0.9% dan Kaen 3B.
Pada diare dehidrasi berat apalagi kalau sudah sampai syok, pemberian cairan rehidrasi oral adalah kontra indikasi. Pasien seperti ini harus diberikan cairan infus sesegera mungkin dan dalam jumlah yang relatif besar (istilah kalangan medis “diguyur” atau “digerojok”). Untuk pasien yang datang dalam keadaan dehidrasi berat atau syok, membutuhkan perawatan ruang intensif (ICU) karena perlu pengawasan ketat baik cairan atau obat yang masuk.
Selain penggantian cairan, bila penyebab diare diduga bakteri maka diperlukan antibiotika, kalau diduga amoeba diberi obat anti amoeba dan bila karena jamur diberikan obat anti jamur. Selain itu ada kalanya pada anak diare untuk sementara tidak diberikan susu yang biasanya, susunya adalah yang rendah atau bebas laktosa (mis: Bebelac FL, LLM dsb) kalau diarenya ternyata karena alergi susu sapi maka susu selanjutnya adalah susu kedelai (misalnya Nutrilon soya, Isomil dsb). Makannya makanan lunak tanpa serat. Buah-buahan tidak dianjurkan yang merangsang anak buang air besar seperti melon atau pepaya.

Lalu bagaimana pencegahannya agar anak tidak terkena diare ?
Dengan memperhatikan faktor resiko tadi maka banyak upaya yang bisa dilakukan antara lain penyediaan sarana air bersih, pembuatan MCK yang layak, peningkatan higiene perorangan maupun lingkungan dan penyapihan yang benar. Dibutuhkan keterlibatan pemerintah dalam penyediaan sarana air bersih, pembuatan jamban keluarga dan perbaikan lingkungan. Tapi untuk tingkat perorangan/keluarga maka pola hidup bersih bisa dilakukan pada hal yang sederhana; menbiasakan cuci tangan sebelum makan, tidak jajan ditempat yang kurang bersih, mengolah bahan makanan sebersih mungkin dan tidak menaruh makan/minuman terbuka begitu saja. Selain itu cara penyapihan yang terlalu dini harus dihindari. Jangan terburu-buru susu tambahan atau makanan tambahan. Orang tua sering mempunyai obsesi akan bayi yang gemuk atau montok, sehingga anak diberi susu tambahan walaupun air susu ibunya sebenarnya sudah mencukupi. Belum lagi kebiasaan orang tua kita dulu-dulu yang suka memberikan pisang siam pada bayi usia yang sangat muda. Sekarang ASI eksklusif dapat diberikan sampai usia 6 bulan, setelah baru dapat diberikan makanan tambahan. Susu tambahan bisa saja diberikan asalkan memang produksi ASI terbukti kurang atau ada masalah dengan putting susu ibunya. Bila bayi dirumah butuh susu tambahan, maka penyiapan dan pembuatan susunya harus bersih : bersihkan botol dan dot yang habis dipakai, merebus dan merendamnya di air hangat, tidak membiasakan dot terbuka tanpa penutup sehingga terhinggapi oleh lalat atau tercampur debu. Di beberapa tempat masih ada kebiasaan memberikan “empeng” pada anak sementara empeng yang tergantung di baju anak acapkali tebuka begitu saja. Jadi bisa dibayangkan resiko anak untuk terkena diare karna empengnya tersebut bisa jadi dihinggapi lalat pembawa tinja yang tercemar kuman atau debu yang mengandung kuman penyebab diare.

Apa yang harus selalu kita ingat ?
Mencret atau diare adalah penyakit yang cukup sering dialami oleh anak. Kewaspadaan orang tua terhadap kemungkinan diare pada anaknya menjadi berat sangat penting. Prinsipnya anak diare tapi masih mau minum apalagi lebih dari biasanya, maka kekhwatiran menjadi diare yang berat dapat ditepis. Hanya saja bila anak diare tapi tidak mau minum atau mau minum selalu dimuntahkan maka orang tua harus lebih waspada dan segera membawanya ke dokter. Seperti ungkapan bijak : pencegahan lebih baik daripada pengobatan, maka setiap orang tua dirumah hendaknya mengetahui faktor resiko timbulnya diare pada anak. Dengan langkah pencegahan sederhana dan praktis yang bisa dilakukan di rumah, anak kita dapat terhindar dari diare dan juga penyakit lainnya.

Selasa, 07 April 2009

Sindrom Down : tidak sekedar berwajah orang mongol !


Nyonya Bunga pada usia 39 tahun kembali melahirkan bayi yang merupakan anak ke empatnya. Hanya saja ada yang agak ‘aneh’, wajah bayinya tidak mirip Nyonya Bunga atau suaminya. Wajah bayinya kok lebih mirip orang Mongol, dengan wajah yang khas : jarak pupil mata yang lebar, alis yang miring ke atas, hidung yang pesek, letak telinga yang rendah dan lidah yang sering keluar dari mulutnya. Bagi Nyonya Bunga dan suaminya, hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Bukan apa-apa, sebab anak yang pertama dan ke dua mirip sekali wajah ibunya, sementara yang ke tiga mirip ayahnya. Untungnya dokter segera memberikan penjelasan : besar kemungkinan bayi Ny. Bunga menderita Sindrom Down, suatu penyakit genetik dengan kumpulan gejala dimana yang menonjol adalah wajahnya yang mongoloid (mongolian face). Sehubungan dengan kondisinya ini, maka bayi Ny Bunga akan ditelusuri lebih lanjut adakah kelainan bawaan pada sang bayi. Yang cukup sering adalah kelainan jantung bawaan. Untuk memastikan diagnosa perlu juga dilakukan pemeriksaan kromosom. Terakhir dokter menjelaskan bahwa anak dengan sindrom down akan bertumbuh kembang seperti anak yang lain. Hanya saja dengan kelainan bawaan yang ada, membuat anak bertumbuh serta berkembang agak terlambat dibanding anak normal.
Bagi Ny. Bunga dan suami, penjelasan dokter ini cukup membuat mereka shock : terbayang anaknya yang berbeda dari anaknya yang lain, tampak ‘bodoh’, dan khawatir menjadi olok-olok di lingkungannya. Ya, begitulah reaksi pertama yang dialami setiap orang tua yang mengetahui anaknya menderita Sindrom Down.

Sindrom Down, merupakan penyakit genetik yang cukup sering ditemukan. Penampilan anak dengan sindrom down, hampir mirip satu dengan yang lainya, bagai kakak beradik atau kembarannya. Mengingat penyakit ini akan disandang seumur hidup, respon orang tua pada awalnya shock, kaget, malu, khawatir dsb. Tapi seiring waktu orang tua secara bertahap akan menerima keadaan ini dengan selalu mencari penjelasan ke para ahli. Dengan bekal itu semua : maka orang tua akan memeriksakan anak sindrom down secara seksama, mengobatinya bila ada kelainan yang mengganggu dan memberikan stumulasi dan pendidikan secara khusus. Anak sindrom down tidak perlu diisolir, seperti halnya anak yang lain : ia harus diberi kesempatan tumbuh kembang selayaknya.

Apa yang dimaksud dengan Sindrom Down ?
Sindrom Down merupakan sindrom genetik akibat adanya kelainan kromosom yang cukup sering ditemukan di hampir seluruh negara. Angka kejadian 1-1,2 per 1000 kelahiran hidup. Bayi sindrom down lebih sering dilahirkan oleh ibu-ibu berusia diatas 35 tahun, artinya ibu yang hamil pada usia diatas 35 tahun punya peluang yang lebih besar untuk bayinya menderita sindrom ini.
Kelainan kromosom yang sering ditemukan adalah anak mempunyai 3 buah kromosom nomor 21 (yang normal hanya 2 atau sepasang). Manusia normal mempunyai 23 pasang kromosom, jadi total ada 46 buah kromosom. Pada sindrom down jumlah kromosomnya jadi 47, karenannya sindrom ini disebut juga sindrom trisomi 21. Ini terjadi karena adanya proses nondisjunction pada saat pembentukan oosit atau spermatosit. Selain itu dikatakan juga akibat adanya translokasi kromosom.
Sindrom Down terjadi pada hampir seluruh ras di muka bumi ini ditandai dengan wajah anak yang tipikal yaitu wajah seperti orang mongol atau mongoloid.

Apa yang menyebabkan seorang anak menderita sindrom down ?
Banyak hipotesa atau pandangan yang dikemukakan dalam hal ini antara lain : ‘bakat’ genetik, radiasi, infeksi, reaksi autoimun, faktor umur ibu dan ayah dsb. Memang masih banyak lagi pandangan yang membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mencari mengapa terjadi peristiwa nondisjunction yang mengakibatkan kromosom 21 berlebih.

Selain ciri khas : wajah seperti orang mongol, apalagi kelainan yang dapat kita jumpai pada anak dengan sindrom down ?
Memang yang menjadi ciri khas pada semua anak sindrom down entah ras asia, eropa, amerika atau afrika sekalipun adalah wajah mongoloidnya yang sangat mudah dikenali. Sesungguhnya banyak kelainan klinis lain yang dapat dijumpai sesuai dengan penamaannya sebagai sindrom (sindrom = kumpulan gejala/tanda klinik). Kelainan itu antara lain : sutura dan ubun-ubun yang terlambat menutup, kepala yang kecil dan belakang kepala yang agak datar (brakisefali), garis kelopak mata yang miring, kulit berlebih pada pangkal leher, badan yang sangat lentur (hiperfleksibilitas), bentuk telinga yang kecil, letak telinga yang rendah (low seat ear), lidah yang cenderung keluar (protusi) karena langit-langit yang sempit dan kecil, ‘gap’ antara jari kaki pertama dan kedua, batang hidung datar alias pesek, bibir yang tebal, tonus otot yang lemah, jari kelingking pendek atau bengkok ke dalam, tangan/kaki pendek tapi lebar, garis tangan yang khas (simian crease) dan last but least : kelainan saluran cerna dan jantung bawaan. Anak sindrom down rata-rata mengalami retardasi mental dari yang ringan sampai berat, diketahui terutama setelah anak masuk usia sekolah. Banyak lagi kelainan yang dapat dijumpai tapi dalam persentase yang lebih sedikit.
Semua kelainan tadi tidak selalu dijumpai, tapi dengan menemukan beberapa kelainan yang khas tadi, dokter harus mencurigai suatu sindrom down.

Bagaimana memastikan diagnosis sindrom down ?
Diagnosis dilakukan dengan melihat karakteristik fisik yang khas dan dipastikan dengan pemeriksaan kromosom. Sayangnya pemeriksaan kromosom hanya bisa dilakukan di kota-kota besar yang mempunyai laboratorium biologi yang lengkap.
Karakteristik fisik anak sindrom down sangat bervariasi, pada bayi dengan kelainan kromosom yang khas sindrom ini tidak selalu menunjukkan wajah khas mongoloid, tapi bisa saja justru gejala hipotoninya yang lebih menonjol. Jadi misalnya : pada bayi yang diketahui tonus ototnya lemah (hipotoni) harus dipikirkan kemungkinan juga suatu sindrom down.

Dari gejala atau kelainan yang ada yang mana yang harus dapat perhatian khusus untuk penanganan lebih lanjut ?
Ada beberapa masalah medis yang harus jadi perhatian dokter dan perlu ditindaklanjuti dengan intervensi medis :
a.Kelainan jantung bawaan : Anak dengan sindrom down hampir separuhnya menderita kelainan jantung bawaan berupa defek sinus atrioventrikularis. Mengingat hal tersebut setiap anak yang dicurigai sindrom down harus dilakukan pemeriksaan EKG atau echocardiografi untuk memastikannya.
b. Masalah saluran cerna : banyak kelainan saluran cerna yang berhubungan dengan sindrom down seperti gastroesofageal refluks (GER), atresia oesofagus/duodenum (sewaktu lahir tidak terbentuk esofagus atau usus 12 jari), penyakit morbus hirschprung (gangguan persarafan pada usus besar sehingga anak kesulitan BAB), divertikulum Meckel dll.
c. Masalah THT : karena adanya kelainan anatomik pada THT, maka anak mudah terkena otitis media, sinusitis sampai faringitis.
d. Kelainan tulang (ortopedi) : anak sindrom down acapkali mengalami kelainan atau cacat bawaan pada anggota gerak, tulang belakangnya (skoliosis) dan persendiannya.
Karenanya anak sindrom down perlu dikonsulkan ke ahli ortopedi untuk mencari kelainan tulang tersebut dan dilakukan koreksi bila perlu.
e. Kelainan hematologi (darah) : anak diketahui mempunyai kecenderungan lebih besar untuk terkena lekemia (kanker darah) dibanding anak yang lain.
Masalah medis lain yang harus jadi perhatian antara lain gangguan endokrin, mata dan gigi geligi. Dengan melihat hal tadi, maka anak sindrom down butuh penanganan bersama antara dokter anak dengan dokter ahli yang lain.

Bagaimana tumbuh kembang anak dengan sindrom down ?
Seperti halnya anak yang lain, pertumbuhan fisik anak sindrom down bervariasi, ada yang perawakan pendek tapi ada yang juga yang diatas rata-rata. Ada yang berat badannya kurang, ada juga yang obesitas. Tapi secara umum kecepatan pertumbuhan anak sindrom down lebih rendah dibandingkan anak lain yang normal.
Perkembangan anak dengan sindrom down pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, hal ini dikarenakan anak dapat mempunyai kelainan atau gangguan bawaan (misal tonus otot yang lemah, gangguan pendengaran dan penyakit jantung bawan) yang menghambat anak berkembang selayaknya anak normal. Kecerdasan mereka ada yang retardasi mental ringan sampai berat, tapi ada juga yang borderline. Intervensi dini dari orang tua mampu membuat kecerdasan anak sindrom down sedikit dibawah rata-rata anak normal.
Perilaku anak sindrom down tidak berbeda dengan anak yang lain, demikian pula interaksi sosial dengan lingkungannya. Hanya saja respon anak sindrom down secara kualitatif berbeda dengan anak yang normal, tapi polanya hampirlah sama.

Apakah stimulasi dan pendidikan anak sindrom down diberikan secara khusus ?
Ya, anak sindrom down sejak dari bayi sudah diberikan stimulasi dini yang khusus sesuai dengan kelainan fisik yang ada. Intervensi dini diperlukan agar anak sindrom dapat berkembang semaksimal yang mungkin anak dapat lakukan. Anak diharapkan bisa mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri.
Pada usia TK, anak sindrom down dapat bergabung dengan anak lain yang normal karena di TK lebih banyak kegiatan bermain dan berinteraksi. Pada jenjang selanjutnya dibutuhkan sekolah khusus seperti SLB untuk memberikan kesempatan bersekolah sesuai kapasitas kecerdasannya. Anak dengan sindrom down rata-rata mampu didik sehingga bisa menjadi manusia yang produktif. Bersekolah bagi anak sindrom down juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan bersosialisasi dengan anak lain, mampu bekerja sama dan mengenal etika maupun sopan santun dalam kehidupan. Anak dengan sindrom down karena badannya yang sangat lentur (hiperfleksibilitas) berbakat untuk menjadi seorang pemain senam atau akrobat.

Terakhir, bagaimana sebaiknya orang tua dari anak sindrom down menyikapi anaknya tersebut ?

  • Orang tua (suami dan istri) harus siap ketika dokter menyatakan bahwa anaknya menderita sindrom down. Sebagaimana kebanyakan orang tua ketika pertama kali tahu perihal penyakit anaknya yang berat atau disandang seumur hidup, orang tua membutuhkan adaptasi. Sangat mungkin ada rasa sedih, malu, kecewa, menyesal sampai merasa berdosa atas kondisi anaknya tersebut.
  • Setelah melewati fase adaptasi, orang tua hendaknya mencari penjelasan menyeluruh dan utuh perihal anaknya. Dengan begitu orang tua dapat meneruskannya kepada keluarga yang lain dan lingkungannya. Selain itu orang tua dapat melakukan secara dini segala upaya menumbuh kembangkan anaknya secara maksimal.
  • Masalah medis yang penting harus diketahui secara dini adalah ada tidaknya penyakit jantung bawaan pada anak sindrom down. Bila anak mengidap penyakit jantung bawaan, tanyakan pada dokter kapankah pengobatan harus dilakukan. Dokter ketika tahu seorang anak adalah penderita sindrom down, biasanya akan melakukan evaluasi menyeluruh sehingga dari awal sudah diketahui masalah medis yang berat dan perlu ditangani.
  • Bila anak tampak pucat, demam lama atau gampang sakit, pikirkan kecurigaan adanya lekemia. Seperti diketahui anak dengan sindrom down lebih sering terkena lekemia dibanding anak yang lain.
  • Selain penyakit jantung bawaan dan lekemia, anak dengan sidrom down kemungkinan punya banyak kelainan di berbagai organ, sehingga membutuhkan kosultasi dan penanganan dari berbagai dokter ahli seperti dokter ortopedi, ahli mata, THT, gigi-mulut dll.
  • Mengingat kebanyakan anak sindrom down mengalami retardasi mental ringan sampai berat, anak membutuhkan sekolah khusus (SLB) untuk pendidikan lanjutan setelah taman kanak-kanak.
  • Anak sindrom down mempunyai potensi tau bakat yang relatif sama dengan anak normal lainnya. Dengan intervensi dini dan melatihnya secara telaten, anak dapat diajarkan berbagai hal antara lain : balet/menari, bermain piano atau alat musik lainnya, melukis, bermain sandiwara, kerajinan tangan dsb.
  • Anak dengan sindrom down harus mendapat perlakuan dan pemenuhan kasih sayang layaknya anak yang lain. Berikan kesempatan yang sama untuk anak bertumbuh dan berkembang. Anak tidak perlu diisolir atau diproteksi berlebihan, anak harus bersosialisasi dengan lingkungannya.
  • Orang tua hendaknya aktif dalam perkumpulan orang tua penderita sindrom down untuk saling bertukar pikiran dan memberikan saran satu dengan yang lainnya. Dengan berkumpul seperti ini, orang tua tidak merasa sendiri dan ini dapat saling menguatkan.