Jumat, 11 Desember 2009

Pada pagi itu, mudah2an dia selalu mengingat-ingat apa yg saya katakan...



..Sebagai dokter anak yang juga dokter tentara di lingkungan militer, saya punya pengalaman yang menyentuh sekaligus mencerahkan. Ketika anaknya sakit saya tak memandang anaknya siapa, tapi secara administratif ditulis si fulan anaknya bapak anu dan pangkatnya. sampai suatu ketika saya memeriksa anak seorang kopral, anak pertama usia jalan 6 tahun masih di TK B diberi nama Brilian, yang ke 2 usia 2 tahun diberi nama Kaisar. Hati saya membatin : sang ortu berharap anaknya yang satu menjadi orang yang cerdas paling tidak seperti Habibie-lah, anaknya yg satunya lagi diharapkan menjadi seorang pemimpin besar, bagaikan seorang kaisar yg arif dan bijaksana. Ketika anak pertama saya periksa, sembari itu saya berkata padanya : Dik Brilian, kamu diharapkan bapak dan ibumu nanti jadi anak yg cerdas, yang mempunyai otak brilian ? Tahu gak artinya ‘brilian’. Embuh, om dokter, katanya yg membuat saya tertawa. Brilian itu artinya cemerlang, dik..Otaknya cerdas, sekolahnya berprestasi terus, sehingga bisa menjadi apa saja yang kamu cita-citakan. Kamu bisa jadi pilot seperti yg suka kamu liat disini menerbangkan pesawat tempur atau pesawat Cassa dan Herkules (kebetulan di Malang adanya pesawat Cassa dan Hercules). Atau jadi apa saja deh, boleh juga jadi orang yg bisa buat pesawat kaya Habibie. He he he, iya om dokter, katanya sambil malu-malu.
Lalu ketika saya memeriksa anaknya yang kedua yg bernama Kaisar (lahirnya normal tdk lewat operasi Caesar) yang baru berusia 2 tahun, saya menggodanya wah ini nanti kalau sudah besar bisa jadi pemimpin ya ! Bukan begitu, ibu dan bapak ? ‘Ya, pak dokter..Amien, kata ibunya penuh harap. Siaap, dok..kata ayahnya sambil sikap sempurna. Tentu agak sulit mendialogkan lebih lanjut kepada anaknya tentang apa itu “Pemimpin’ atau “Kaisar’. Hanya kepada orang tuanya saya berkata : semoga harapan bapak dan ibu terwujud, insya Alloh…

Sebagai seorang yg berdinas di lingkungan militer, saya faham secara strata kepangkatan bapaknya ada pada strata paling bawah, dikenal sebagi golongan Tamtama (ditandai dengan tanda pangkat berwarna merah). Tamtama dimulai dengan pangkat prajurit dua, prajurit satu, kopral dua, kopral satu dan kopral kepala. Golongan kepangkatan diatasnya berturut-turut adalah Bintara dimulai dari pangkat Sersan Dua sampai Pembantu Lettan Satu dan Perwira dimulai dari pangkat Letnan Dua sampai pangkat tertinggi adalah Jenderal.
Sebagai tamtama ketika pensiun rata-rata hanya sampai pangkat tertinggi Bintara yaitu Pembantu Letnan Satu (Peltu). Sedikit sekali yang sampai perwira..jadi jenderal hampir tidak mungkin. Strata kepangkatan yang di bawah berkonsekuensi pada gaji yang dibawa pulang ke rumah yang selalu dipas-paskan dgn kebutuhan keluarga.

Tapi, teman..lihatlah pada sang kopral ini : ia menaruh harapan tinggi pada anaknya, anaknya harus menjadi lebih baik darinya. Dia menginginkan nasib anaknya lebih baik darinya. Di lingkungan militer ; cerita anak seorang tamtama atau bintara yang sukses acap kali saya dengar : ada anak2 mereka yang akhirnya masuk Akabri (tidak seperti bapaknya yg masuk lewat tamtama), ada yang bisa sampai berkuliah di Perguruan Tinggi yang prestisius (walaupun kebanyakan lewat PMDK atau program beasiswa, tahu sendirilah biaya kuliah sekarang ini), ada yang bisa menjadi wiraswasta yang sukses dst. Barangkali anak2 tentara dari strata pangkat Tamtama dan Bintara adalah mereka yang sudah terbiasa hidup prihatin, tapi orang tuanya mendidiknya dengan ulet dan terus memompa semangat anaknya untuk terus maju. Mereka menjadi pribadi yang tahan banting, tidak mudah mengeluh dan terbiasa hidup prihatin sehingga memudahkan mereka hidup berhemat.

Kalau pada pagi hari tadi, saya memotivasi sang anak walau sambil bercanda, harapan saya : mudah-mudahan di otak sang anak terekam sebagai pemompa semangat awal untuk belajar yang tekun, rajin mangasah kepandaiannya dan bakti kepada orang tuanya…Siapa tahu, saya ada sedikit andil pada pembentukan tekad sang anak mewujudkan harapan orangtua mereka….

Semoga, amien.


Malang, 11 Desember 2009 (bertepatan dengan ulang tahun ananda reza tercinta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar