Selasa, 12 Mei 2009

Demam berdarah ....


Tora, anak laki-laki usia 5 tahun tinggal bersama orang tuanya di pemukiman yang padat penduduknya. Istilahnya sejauh mata memandang adalah rumah dan rumah diselingi tiang listrik dan jemuran. Pada musim hujan adakalanya rumah Tora kebanjiran dan membuat keluaganya mengungsi ke sebuah masjid yang letaknya lebih tinggi.
Tora 3 hari ini panas cukup tinggi, ibunya sudah memberi obat penurun panas dan sempat turun tapi sekejap panasnya naik kembali. Belakangan Tora merasa mual dan sesekali dia muntah, dia juga mengeluh sakit perut. Bu Tike, ibunya Tora mulai cemas dan ketika akhirnya dari hidung Tora keluar darah (mimisan), segera saja Tora dibawa RS terdekat. Ketika dokter memeriksanya , ketahuan juga di kulit Tora ada bintik-bintik merah yang bila ditekan tidak hilang, dokter menyebutkan sebagai ptekie. Dokter segera meminta perawat jaga menginfus Tora dengan cairan ringer laktat, sebelum diinfus darah Tora diambil untuk pemeriksaan laboratorium. Setelah ada hasil labnya, bu Tike dikabari oleh dokter bahwa anaknya terkena demam berdarah. Anaknya harus dirawat untuk diobservasi beberapa hari di RS dan selama itu anaknya akan diperiksakan darahnya setiap 6 atau 12 jam. Dokter menjelaskan pemeriksaan itu dilakukan untuk memantau perjalanan penyakit dan mendeteksi kemungkinan adanya syok atau perdarahan pada diri Tora. Ketika bu Tike memnita izin kepada dokter untuk memberikan jus jambu klutuk, dokternya mempersilahkan. Bu Tike juga sempat menanyakan apakah anaknya perlu ditransfusi karena jumlah trombositnya ‘drop’ dokter menyatakan belum perlu dan mudah-mudahan Tora tidak sampai ditransfusi trombosit.
Tora dirawat di RS selama 4 hari, dan ketika pulang trombosit Tora sudah mulai meningkat. Ibu Tike bersyukur Tora tidak mengalami DBD yang berat seperti pasien lain yang dia lihat di ICU RS tempat Tora dirawat.

Cerita Tora adalah cerita seorang anak dengan perjalanan penyakit demam berdarah yang ‘klasik’. Penyakit ini memberikan kesan menyeramkan karena ada kata ‘berdarah’nya. Padahal perjalanan penyakit ini tidak selalu berdarah-darah seseram yang dibayangkan !
Hanya saja pada bulan-bulan tertentu, kejadian DBD meningkat serentak sehingga dinyatakan sebagai KLB atau Kejadian Luar Biasa. Di telivisi kita lihat banyak RS yang kewalahan menampung pasien-pasien DBD atau suspek DBD, bahkan mereka sampai harus dirawat di lorong atau selasar RS.

Apakah yang dimaksud dengan demam berdarah dengue atau DBD itu ? Demam berdarah atau DBD adalah demam akut (tiba-tiba) yang disebabkan oleh virus dengue yang terdiri dari 4 jenis tipe (serotipe) yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4. Seorang umumnya terinfeksi oleh hanya 1 jenis saja. Ke empat jenis virus itu terdapat di Indonesia dan serotipe dan-3 sering terkait kasus DBD yang berat.

Benarkah DBD ditularkan oleh nyamuk ‘rumahan’ ? Ya, sebagaimana diketahui banyak orang, demam berdarah ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini hidup di daerah tropis dan sub tropis, tapi tidak terdapat di daerah ketinggihan diatas 1 km. A aegypti ini memang jenis nyamuk ‘rumahan’ yang senang bau tubuh manusia (antropofilik), menggigit banyak orang, berkembang biak di wadah air yang jernih dan menggenang, terbang siang hari dengan radius 100 meter sampai 1 km.

Kenapakah demam berdarah sering terjadi pada peralihan musim ? Kasus DBD sering kembali meningkat pada peralihan musim dapat diterangkan sebagai berikut : pada peralihan musim, hujan sesekali mulai atau masih turun dan itu menimbulkan banyak genangan air dimana-mana dan menjadi tempat berkembang biak nyamuk A aegypti. Di negara berkembang seperti Indonesia, kebersihan lingkungan masih menjadi masalah utama. Apalagi di kota besar dengan pemukiman yang padat, penularan begitu mudah terjadi dan sering menjadi apa yang dinamakan KLB (Kejadian Luar Biasa).

Gejala atau tanda-tanda apa yg di alami anak yang terinfeksi virus demam berdarah ? Infeksi virus dengue pada manusia menimbulkan gejala yang beragam. Sebagian besar asimptomatik (tanpa gejala atau klinis yang jelas), sebagian menjadi demam dengue dan demam berdarah dengue. Demam dengue dibagi 2 yaitu yang dengan perdarahan dan tanpa perdarahan. Sementara demam berdarah dengue dibagi atas BBD dengan syok dan tanpa syok. Satu hal yang harus diketahui : faktor utama yang berperan pada DBD adalah terjadinya perembesan plasma yang dapat mengakibatkan syok. Keadaan yang terakhir inilah yang membedakannya dengan demam dengue biasa. Jadi sekarang kita tahu kalau infeksi virus dengue tidak selalu DBD !

Dapatkah diterangkan lebih lanjut gejala demam dengue( DD) dan demam berdarah dengue( DBD) ? Karena sama-sama infeksi virus dengue, baik DD dan DBD mempunyai masa inkibasi rata-rata antara 4-6 hari (berkisar dari 3 sampai 14 hari). Gejala awal infeksi ini tidak khas, didahului nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan kelelahan. Baru setalah itu demam tinggi mendadak yang kadang-kadang sampai mengigil, dan muka yang kemerahan (facial flush). Demam dapat berlangsung 5-6 hari.Keluhan lain dapat berupa nyeri belakang bola mata, nyeri otot/sendi, nafsu makan berkurang, sembelit, konstipasi, muntah dan ruam-ruam di kulit. Perdarahan biasanya perdarahan kulit seperti timbul ptekie atau ekimosis sampai perdarahan yang terbuka seperti mimisan dan gusi berdarah. Pada demam dengue tidak sampai timbul perdarahan berat, berbeda dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada DBD dapat timbul muntah dan berak darah (hematemisis melena) sampai dengan DIC dimana perdarahan sukar berhenti karena ada gangguan pembekuan darah. Baik demam dengue atau DBD pada pemeriksaan lab dapat dijumpai trombositopenia (penurunan jumlah trombosit dalam darah kurang 100.000/mm) seperti yang diutarakan sebelum ini, DBD mempunyai karakteristik adanya perembesan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler yang tidak terjadi pada demam dengue. Tanda-tanda perembesan plasma tsb : adanya hemokonsentrasi, peningkatan Hb, peningkatan kadar albumin dan adanya cairan di rongga pleura dan perut. WHO pada tahun 1997 membuat kriteria DBD sebagai berikut, klinis : demam tinggi mendadak 2-7 hari, ada manifestasi pendarahan, pembesaran hati dan kegagalan sirkulasi (syok).Laboratorium : jumlah trombosit yang menurun, kurang atau sama 100.000/m3, hemokonsentrasi (hamatokrit yang meningkat) dan konfirmasi degan uji HI positif.

Pada anak yang diduga demam berdarah, kenapa suka diperiksa dengan memasang manset tensimeter di lengan atas dan dibiarkan selama beberapa menit ?
Ya, pada anak yang di curigai demam berdarah tapi tidak ditemukan perdarahan kulit yang spontan maka dokter sering melakukan tes bendungan atau Rumpel Leed Test seperti itu (nama yang lain : Tourniquet test). Setelah 5 menit manset terpasang, selanjutnya dilepas dan dilihat adakah bintik-bneitik perdarhan kulit yang timbul. Positif bila pada area seluas 2,5 cm2 terdapat 20 buah bintik perdarahan kulit. pemeriksaan ini dapt dipakai sebagai petunjuk awal DBD. pada yang sudah jelas ada gambaran perdarahan spontan di kulit spt ptekie atau ekimosis, tidak diperlukan lagi tes bendungan.

Adakah pembagian derajat penyakit DBD ?
Ada ! Penyakit DBD ini dibagi atas 4 keadaan atau derajat sebagai berikut, derajat 1 : ada demam disertai tes bendungan (+), derajat II : ada demam disertai perdarahan yang jelas seperti perdarahan kulit (ptekie, ekimosis) atau mimisan, derajat III : adanya kegagalan sirkulasi berupa : gelisah, nadi cepat dan lembut, tekanan darah yang menurun, sianosis, ujung tangan dingin dan lembab. Derajat IV adalah derajat yang paling berat dimana anak sudah syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur. Yang sering salah kaprah orang menyebutkan derajat penyakit dengan stadium, padahal yang tepat adalah derajat penyakit.

Pada hari ke berapa sakit yang dianggap hari kritis ? Hari sakit ke 3 sampai hari ke 5 adalah hari kritis mengingat pada hari-hari itu sering terjadi syok. Syok harus ditangani segera sebab pertolongan yang terlambat dapat diikuti dengan perdarahan hebat. Bila sudah melewati hari kritis, kita boleh lega karena sudah memasuki fase penyembuhan.

Bagaimana kita mengenali tanda-tanda syok sedari dini ? Tanda-tanda syok dapat dijumpai justru ketika suhu badan mulai menurun. Karenanya pada anak anak DBD dengan suhu yang tiba-tiba turun harus diwaspadai kemungkinan syok. Adapun tanda-tanda syok adalah : anak gelisah, kulit dingin dan lembab, ujung kaki dan tangan dingin, tekanan nadi (selisih tekanan sistolik dan diastolik) kurang atau sama 20 mmHg, nadi cepat dan lembut dan kencingnya sedikit atau jarang. Jangan remehkan keluhan sakit perut pada anak dengan DBD sebab itu bisa jadi petunjuk kemungkinan syok atau pendarahan saluran cerna. Syok dapat berlangsung sangat cepat sehingga pasien dapat meninggal dalam waktu 12 –24 jam, tapi bila ditangani segera akan cepat membaik dengan penggantian volume cairan.

Lalu bagaimana pula kita mengenali adanya perdarahan yang serius pada DBD ?
Pada anak yang mengalami perdarahan hebat, dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut : Anak yang gelisah kesakitan, perut yang membuncit atau lingkaran perut yang bertambah. Dengan memonitor Hb dan hematokrit secara berkala dapat dicurigai adanya perdarahan sebab perdarahan dapat menurunkan nilai Hb dan hematokrit. Pada anak yang mengalami syok lama, harus juga dicurigai kemungkinan perdarahan.

Kenapa pada anak yang dirawat dengan DBD sering dilakukan pemeriksaan darah secara berkala tiap 6 atau 12 jam ?
Ya, pemeriksaan darah seperti Hb, hematokrit dan trombosit dilakukan secara berkala bertujuan untuk memantau perkembangan penyakitnya. Bila ada kenaikan Hb dan hematrokit dugaan kearah DBD semakin kuat, sebab itu menandakan adanya hemokonsentrasi akibat adanya perembesan plasma. Bila Hb menjadi turun, kita mencurigai jangan-jangan terjadi perdarahan. Pengukuran jumlah trombosit dipakai untuk menilai perjalanan penyakit, trombosit yang semula menurun pada beberapa pemeriksaan, maka pada wakru fase penyembuhan (konvalesen) terjadi peningkatan jumlah trombosit secara perlahan sampai bisa kembali di atas 100.000.
Selanjutnya dari pemantauan laboratorium seperti itu, dokter akan menentukan strategi pengobatan, Dokter dapat saja menaikkan jumlah tetesan infus per menit dan kembali menurunkan jumlah tetesan infus bila sudah ada perbaikan.

Selain laboratorium darah, pemeriksaan apa lagi yang suka dilakukan pada DBD ?
Kadangkala dokter perlu memeriksakan foto torak atau foto dada. Gambaran yang sering ditemukan adalah adanya efusi pleura. Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura di paru akibat adanya perembesan plasma yang merupakan tanda khas DBD. Pemeriksaan roentgen ini tidak selalu dikerjakan di lapangan, apalagi kalau klinis dan laboratorium sudah menunjang. Pada RS pendidikan hal ini dilakukan untuk kepentingan akademik.

Apakah prinsip pengobatan dari DBD ?
Setiap anak yang ditangani sebagai DBD harus menjalani tirah baring selama sakit. Untuk mengurangi keluhannya dapat diberikan analgetik-antipiretik (jangan golongan asetosal atau obat yang dapat mengiritasi lambung). Selanjutnya pemberian atau penggantian cairan yang cukup adalah hal utama dalam penanganan DBD ini. Diberikan banyak minum dengan cairan dan elektrolit oral dapat berupa jus buah, sirup-sirupan, pocari, susu dsb. Minum dapat diberikan sebanyak 2 liter/hari.
Selama sakit dilakukan monitor suhu, tanda vital lain dan lab seperti Hb, Ht dan trombosit. Bila ada indikasi kecendurangan Ht (hematokrit) yang meningkat, maka anak harus diinfus. Tetesan infus selalu disesuaikan dengan observasi klinis anak dan hasil pemeriksaan lab yang terakhir. Infus juga dilakukan bila anak muntah terus menerus atau tidak mau minum. Memotivasi minum pada anak sakit bukanlah perkara mudah. Infus cairan yang sering dipakai adalah Ringer laktat atau Asering. Adakalanya dibutuhkan koloid sebagai pengganti plasma pada anak yang sempat syok.
Kalau ada perdarahan maka diberikan juga transfusi darah maupun trombosit.
Pada anak yang syok atau mengalami perdarahan hebat, perawatan sebaiknya di ICU guna pengawasan lebih ketat.

Lalu apakah pada anak dengan DBD yang trombositnya turun, harus dilakukan tranfusi trombosit ?
Tidak ! Indikasi pemberian trombosit pada DBD adalah bila klinis terjadi perdarahan yang jelas seperti muntah atau berak darah. Tranfusi tidak hanya trombosit, tapi disertai juga dengan plasma atau sel darah merah (Packed Red Cell). Adanya perdarahan spontan di kulit saja seperti ptekie tidak mengharuskan pemberian trombosit. Jumlah trombosit yang rendah bukan indikasi pemberian trombosit, dan trombosit tidak pernah diberikan sebagai profilaksis (pencegahan).

Apakah pada anak dengan DBD diberi jus jambu klutuk bisa meningkatkan trombosit ?
Belum ada bukti yang menguatkan ‘mitos’ ini. Yang jelas perjalanan penyakit DBD sendiri menunjukkan secara alamiah trombosit akan naik dengan sendirinya ketika memasuki fase penyembuhan (konvaselen). Jadi dengan diberi jus jambu klutuk atau tidak, trombosit akan naik dengan sendirinya ! Meminum jus jambu klutuk sendiri atau jus buah yang lain tidak dilarang karena baik saja untuk pemenuhan gizi pasien dan membantu kesembuhan pasien.

Mereka yang dirawat dengan DBD apakah baru boleh pulang setelah trombosit diatas 100.000 ?
Tidak juga ! Anak yang di rawat dengan DBD boleh dipulangkan setelah dokter menilai klinis anak sebagai berikut : anak tidak demam selama 24 jam tanpa obat penurun panas, nafsu makan membaik, klinis membaik, hematokrit stabil, 3 hari syok teratasi (kalau sempat syok), tidak ada distress dan jumlah trombosit cenderung meningakat di atas 50.000.

Terakhir, langkah pencegahan apa sehingga kita semua terhindar dari DBD ?
Karena DBD belum ada vaksin pencegahannya, maka memutuskan rantai penularan lewat nyamuk adalah langkah yang bisa kita lakukan. Hal yang bisa kita lakukan adalah menjalankan apa yang dinamakan 3 M : ‘menguras, menggali dan menutup’. Secara berkala kita menguras bak mandi atau kolam penampung air (lebih baik juga dilakukan pemberian abate). Sementara barang-barang di rumah yang sudah terpakai tetapi dapat jadi tempat berkembang biak nyamuk harus dibuang/dikubur, seperti kaleng bekas, ban bekas, plastik aqua dsb.
Bagi kaum bapak yang suka memelihara burung, air pada tempat minum burung harus diganti tiap hari, yang punya kolam ikan tapi sudah tak ada ikannya, maka kolamnya harus dikuras menghindari nyamuk berkembang biak di kolam tsb. Prinsipnya adalah tidak memberi kesempatan nyamuk berkembang biak. Seperti tadi dikemukakan, nyamuk A aegypti untuk berkembang biak menyenangi air yang relatif jernih dan menggenang (tidak di air yang mengalir). Selain itu untuk menghindari nyamuk yang berkeliaran di rumah, hindari pakaian yang bergantungan di rumah karena nyamuk ini kebetulan menyukai bau tubuh manusia. Seandainya di ketahui ada nyamuk di rumah , kita lakukan penyemprotan dengan insektisida.Sebaiknya upaya pencegahan ini dilakukan serentak pada banyak rumah , sebab kalau kebersihan lingkungan tidak di jadikan masalah bersama, maka sumber penularan akan terus ada . Nyamuk A aegypti seperti kita tahu daya jelajahnya antara 100 m sampai 1 km .
Mungkin inilah kendala di negeri kita utamanya di kota yang kepadatan penduduknya begitu tinggi, DBD selalu ada sepanjang tahun dan pada waktu tertentu menjadi KLB atau Kejadian Luar Biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar