Senin, 13 April 2009



Diare atau mencret pada anak



Maya, anak perempuan usia 2 tahun sampai siang itu sudah mencret-mencret 5 kali. Kendati begitu anak tersebut tetap seperti biasa, tetap mau minum-makan dan tidak ada yang dimuntahkan. Dia tetap aktif bermain dan ketawa ketiwi dengan teman-temannya. Ibunya khawatir Maya kekurangan cairan, karenanya sore itu langsung dibawa ke dokter.Setelah dokter langganannya menanyakan segala sesuatunya kepada sang Ibu, Mayapun diperiksa dan dokter menyatakan Maya cukup berobat jalan saja. Dokter menganjurkan Maya banyak minum, Syukur kalau dia mau minum semacam oralit atau pedialit, tapi kalau tidak mau dengan air putih biasapun boleh saja, susunya tetap dilanjutkan, hanya untuk makannya sementara tidak dengan sayur atau makanan yang berserat. Buah-buahan semacam pepaya atau melon yang dapat merangsang anak untuk buang air besar untuk sementara distop. Kendati begitu dokter mengingatkan seandainya Maya masih terus mencret, tapi kemudian tidak mau minum atau setiap minum/ makan selalu dimuntahkan, maka Maya harus segera dibawa ke Rumah Sakit.
Koko, anak laki-laki berusia 3 tahun, diketahui sejak kemarin mencret-mencret sampai 6 kali, tapi masih mau minum walau sedikit, pagi ini dia masih mencret malah makin sering disertai dengan muntah-muntah apalagi habis diberi minum atau makan. Kokopun kelihatan semakin lemas, ketika ditawari minum dia menolak. Obat rumah yang coba diberikan ibunya juga dimuntahkan. Sampai jam 10.00 pagi Koko mencret sudah lebih 10 kali ( Ibunya bilang sudah tak terhitung, dok), isinya tinggal air saja, hampir tidak ada ampasnya lagi. Muntahnyapun sudah 6 kali dan membuat Koko makin lemas. Ibunya melihat mata anaknya tampak cekung, ketika menangis sudah tak ada lagi keluar air mata, Buang air kecilnya makin jarang, setahu ibunya Koko kencing terakhir kali jam 4 pagi, itupun cuma sedikit tidak sebanyak biasanya, ujung tangan dan kakinya ketika diraba sudah dingin, sedingin es. Betapa kaget sang Ibu ketika dokter memberitahu bahwa Koko harus dirawat di Ruang ICU, karena Koko sudah kekurangan cairan ( dehidrasi ) yang berat sampai shock dan kesadaran yang menurun.

Kasus yang diilustrasikan diatas menunjukkan bahwa mencret- mencret atau diare pada anak bisa ‘ringan-ringan’ saja tapi kalau sampai terlambat ditangani bisa menjadi berat, dan bisa berujung pada kematian.
Mencret boleh dikata merupakan penyakit yang cukup sering dialami oleh anak. Ada Ibu yang begitu khawatirnya, sehingga anak yang baru mencret beberapa kali dan masih mau minum segera dibawa ke dokter (seperti kasus Maya), tapi sebaiknya ada juga Ibu atau orang tua yang lalai atau terlambat mencari pertolongan (seperti kasus Koko)
Di Indonesia dan negara berkembang diare masih merupakan penyebab angka kesakitan pada anak dan penanganan diare yang tepat dan cepat akan menurunkan angka kematian karena diare. Orang tua diharapkan mengetahui atau mengenali keadaan diare yang punya potensi untuk menjadi berat.

Apakah diare itu ?
Diare adalah perubahan konsisten tinja (menjadi encer) akibat kandungan cairan dalam tinja melebihi normal (> 10 cc/kg BB/hari) yang menyebabkan frekuensi buang air besar (defekasi) menjadi lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa lendir/darah pada anak yang sebelumnya diketahui sehat. Diare akut kalau anak diare kurang dari 2 minggu, tapi bila lebih dari 2 minggu dikatakan sebagai diare kronik.
Diare sesungguhnya usaha pertahanan tubuh untuk mengeluarkan kuman dan toksinnya dari tubuh, tapi menjadi masalah karena sering dengan menyerap cairan di dinding usus.

Bagaimana cara penularannya ?
Cara penularan sebagaimana banyak diketahui melalui transmisi oro-fekal dimana makanan/ minuman yang masuk kedalam tubuh tercemar oleh tinja yang mengandung kuman. Dalam istilah asing dikenal istilah 4 F : Feces (tinja), Fly (lalat), Finger (jari) and Food (makanan). Dengan mengetahui cara penularan tersebut dapat dilakukan segala upaya untuk memutus rantai penularan diare.

Apa faktor resiko timbulnya diare ?
Banyak faktor atau keadaan yang beresiko untuk terjadinya diare antara lain : tidak tersedianya sarana air bersih, tidak adanya MCK (mandi, cuci, kakus) yang layak, higiene perorangan/ keluarga maupun lingkungan yang buruk dan cara penyapihan yang tidak baik (misal memberi susu atau makanan tambahan terlalu dini).

Apakah penyebab dari diare ?
Penyebab diare sesungguhnya banyak tapi yang paling sering adalah infeksi usus yang disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Penyebab lain adalah bahan kimia makanan, obat-obatan, psikis, alergi susu sapi/makanan, malabsorpsi makanan dan gizi buruk.

Apa akibatnya kalau anak diare ?
Pada diare anak akan kekurangan cairan yang menimbulkan keadaan dehidrasi diikuti dengan kehilangan elektrolit yang menimbulkan hipokalemia atau hiponatremia (kadar kalium dan natrium dalam darah yang rendah). Selain itu karena masukan gizi yang berkurang akan menimbulkan hipoglikemia/gangguan gizi lain serta gangguan sistim asam-basa tubuh yang mengakibatkan asidosis metabolik (ditandai dengan anak bernafas cepat dan dalam). Akibat paling berat bila sudah timbul gangguan sirkulasi adalah syok. Syok yang tidak teratasi dengan cepat dan tepat akan menimbulkan kematian pada anak.

Bagaimana menilai derajat dehidrasi (kekurangan cairan) pada diare?
Penilaian derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan penilaian kehilangan berat tubuh (defisit cairan). Dibutuhkan data berat badan anak pada waktu sehat sebelum sakit, lalu dibandingkan dengan berat badan saat diare. Penurunan berat badan sampai 5 % menunjukkan diarenya tanpa dehidrasi. Penurunan berat badan 5-10% menunjukkan dehidrasi ringan-sedang, sedangkan bila kehilangan berat badan sampai lebih dari 10% sudah menunjukkan dehidrasi berat.
Hanya saja tidak selalu orang tua mengetahui berat badan sebelum sakit sebab dibutuhkan data berat badan yang paling dekat dengan waktu anak sakit. Jarang sekali orang tua yang menimbang berat badan anaknya secara rutin tiap bulan, apalagi tiap minggu.

Apa yang dokter nilai pada anak yang diare ?
Dokter atau petugas kesehatan selalu melakukan penilaian pada anak baik dengan wawancara (anamnesa) dan pemeriksaan fisik. Segera waktu anak datang ke Rumah Sakit, anak ditimbang berat badannya. Selanjutnya dinilai keadaan umumnya/kesadarannya, kalau ubun-ubun besarnya masih terbuka dinilai apakah sudah cekung atau tidak, mulut dan lidahnya dinilai apakah masih basah atau sudah kering, matanya cekung atau tidak, kalau menangis apa masih keluar air mata, kulit perut dicubit untuk menilai kelenturan (turgor) perut apakah sudah menurun, ujung jari tangan dan kaki apa masih hangat atau sudah dingin. Dari wawancara (anamnesa) dengan orang tua ditanyakan sudah berapa kali mencretnya, volumenya, campur darah atau lendir. Apakah juga disertai dengan muntah-muntah. Apakah selama dirumah masih mau minum, apakah mau minum tapi selalu dimuntahkan atau malah menolak minum. Bagaimana juga dengan kencingnya : sudah berapa lama kencing atau kalau bisa kencing apakah masih banyak seperti biasa atau sudah sedikit.
Diare yang berat mengakibatkan anak tidak kencing-kencing (normal anak kencing tiap 4-6 jam ), mulut dan lidah yang kering, matanya terlihat cekung dan kalau menangis tidak mengeluarkan lagi air mata, ubun besar yang cekung dan kelenturan kulit (turgor ) perut yang menurun. Kalau sudah syok, anak tampak sekali lemah/lemas, mulai terjadi penurunan kesadaran dimana anak inginnya tidur terus dan tidak mau lagi minum serta kalau kita pegang ujung tangan atau kakinya dingin.

Bagaimana penanganan / pengobatan anak dengan diare ?
Prinsip penanganan diare adalah penggantian cairan yang hilang sesegera mungkin. Bila anak masih mau minum dan tidak dimuntahkan, maka anak tetap diberi ASI (kalau masih minum ASI) dan harus segera diberikan cairan rehidrasi oral (CRO). Cairan rehidrasi oral bisa berupa oralit, pedialit, larutan gula garam sampai minuman suplemen seperti pocari sweat. Cairan tersebut mempunyai komposisi yang hampir sama dengan cairan yang dikeluarkan bersama tinja anak yang diare. Pemberian cairan rehidrasi oral ini bisa dilakukan dirumah. Bila anak tidak menyukai rasa cairan tersebut, bisa diganti dengan cairan yang bisa diterima seperti air putih/aqua atau air putih yang diberikan gula secukupnya (manis jambu). Perhitungan cairan yang diberikan adalah : kalau diare 10 cc/kg BB setiap buang air besar, kalau muntah 2-5 cc/kg BB setiap muntah. Hanya saja kalau muntah anak tidak boleh diberikan minum dengan cara yang biasa, anak diberikan minum sedikit demi sedikit dengan sendok dan ditingkatkan bertahap. Adakalanya dokter memberikan obat muntah, maka anak minum/makan setelah setengah jam meminum obat muntahnya.
Harus selalu diingat bahwa anak diare tidak selalu harus di infus dan dirawat. Anak diare diinfus bila dengan pemberian cairan rehidrasi oral gagal karena muntah yang terus menerus, berak yang profuse (makin lama makin sering), anak yang menolak minum atau anak dengan kesadaran yang menurun.
Cairan infus yang sering dipakai adalah Ringer Laktat, Asering, NaCL 0.9% dan Kaen 3B.
Pada diare dehidrasi berat apalagi kalau sudah sampai syok, pemberian cairan rehidrasi oral adalah kontra indikasi. Pasien seperti ini harus diberikan cairan infus sesegera mungkin dan dalam jumlah yang relatif besar (istilah kalangan medis “diguyur” atau “digerojok”). Untuk pasien yang datang dalam keadaan dehidrasi berat atau syok, membutuhkan perawatan ruang intensif (ICU) karena perlu pengawasan ketat baik cairan atau obat yang masuk.
Selain penggantian cairan, bila penyebab diare diduga bakteri maka diperlukan antibiotika, kalau diduga amoeba diberi obat anti amoeba dan bila karena jamur diberikan obat anti jamur. Selain itu ada kalanya pada anak diare untuk sementara tidak diberikan susu yang biasanya, susunya adalah yang rendah atau bebas laktosa (mis: Bebelac FL, LLM dsb) kalau diarenya ternyata karena alergi susu sapi maka susu selanjutnya adalah susu kedelai (misalnya Nutrilon soya, Isomil dsb). Makannya makanan lunak tanpa serat. Buah-buahan tidak dianjurkan yang merangsang anak buang air besar seperti melon atau pepaya.

Lalu bagaimana pencegahannya agar anak tidak terkena diare ?
Dengan memperhatikan faktor resiko tadi maka banyak upaya yang bisa dilakukan antara lain penyediaan sarana air bersih, pembuatan MCK yang layak, peningkatan higiene perorangan maupun lingkungan dan penyapihan yang benar. Dibutuhkan keterlibatan pemerintah dalam penyediaan sarana air bersih, pembuatan jamban keluarga dan perbaikan lingkungan. Tapi untuk tingkat perorangan/keluarga maka pola hidup bersih bisa dilakukan pada hal yang sederhana; menbiasakan cuci tangan sebelum makan, tidak jajan ditempat yang kurang bersih, mengolah bahan makanan sebersih mungkin dan tidak menaruh makan/minuman terbuka begitu saja. Selain itu cara penyapihan yang terlalu dini harus dihindari. Jangan terburu-buru susu tambahan atau makanan tambahan. Orang tua sering mempunyai obsesi akan bayi yang gemuk atau montok, sehingga anak diberi susu tambahan walaupun air susu ibunya sebenarnya sudah mencukupi. Belum lagi kebiasaan orang tua kita dulu-dulu yang suka memberikan pisang siam pada bayi usia yang sangat muda. Sekarang ASI eksklusif dapat diberikan sampai usia 6 bulan, setelah baru dapat diberikan makanan tambahan. Susu tambahan bisa saja diberikan asalkan memang produksi ASI terbukti kurang atau ada masalah dengan putting susu ibunya. Bila bayi dirumah butuh susu tambahan, maka penyiapan dan pembuatan susunya harus bersih : bersihkan botol dan dot yang habis dipakai, merebus dan merendamnya di air hangat, tidak membiasakan dot terbuka tanpa penutup sehingga terhinggapi oleh lalat atau tercampur debu. Di beberapa tempat masih ada kebiasaan memberikan “empeng” pada anak sementara empeng yang tergantung di baju anak acapkali tebuka begitu saja. Jadi bisa dibayangkan resiko anak untuk terkena diare karna empengnya tersebut bisa jadi dihinggapi lalat pembawa tinja yang tercemar kuman atau debu yang mengandung kuman penyebab diare.

Apa yang harus selalu kita ingat ?
Mencret atau diare adalah penyakit yang cukup sering dialami oleh anak. Kewaspadaan orang tua terhadap kemungkinan diare pada anaknya menjadi berat sangat penting. Prinsipnya anak diare tapi masih mau minum apalagi lebih dari biasanya, maka kekhwatiran menjadi diare yang berat dapat ditepis. Hanya saja bila anak diare tapi tidak mau minum atau mau minum selalu dimuntahkan maka orang tua harus lebih waspada dan segera membawanya ke dokter. Seperti ungkapan bijak : pencegahan lebih baik daripada pengobatan, maka setiap orang tua dirumah hendaknya mengetahui faktor resiko timbulnya diare pada anak. Dengan langkah pencegahan sederhana dan praktis yang bisa dilakukan di rumah, anak kita dapat terhindar dari diare dan juga penyakit lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar