Minggu, 26 April 2009

Mengenal masalah tuberkulosis (‘plek’ paru) pada anak


Di sebuah arisan ibu seorang anak sebut saja Nyonya Hindun bercerita tentang anaknya yang sedang dalam pengobatan ‘plek’ paru. Awalnya dia heran anaknya cuma punya masalah badan yang kurus dan nafsu makan yang kurang serta sesekali ada batuk-pilek tapi dokter langganannya minta supaya anaknya diperiksa lebih lanjut kearah penyakit plek paru (dokternya sendiri bilang tbc paru). Setelah diperiksa lab, uji tuberkulin (ibu-ibu mengenalnya dengan istilah tes mantuk, maksudnya mantoux test) dan rontgent paru, dokter mendiagnosis anaknya sebagai tbc. Karena dokter menerangkan rontgent paru anaknya dengan istilah banyak plek di paru (maksudnya plaque atau bercak di gambaran rontgent), maka nyonya Hindun cerita kepada yang lain anaknya terkena penyakit plek paru. Selanjutnya Nyonya Hindun sedikit mengeluh tentang pengobatan anaknya karena harus rutin tiap hari minum obat sampai 3 macam untuk 2 bulan pertama dan 4 bulan berikutnya dengan 2 macam obat. Betapa repotnya dia membujuk anaknya untuk mau minum obat secara teratur. Mendengar cerita begitu, tetangga Nyonya Hindun yaitu bu Oneng menyahut : wah itu mah seperti anak saya dulu. Bu Oneng lalu cerita kalau dulu anaknya harus diobati paling tidak 6 bulan, tapi ketika 2 bulan anaknya sudah lebih baik : makannya mulai banyak, berat badannya mulai naik, diapun menghentikan pengobatan atas inisiatif sendiri. Ketika kembali ke dokter, bu Oneng dengan lugu cerita bahwa obat untuk ‘plek’ anaknya sudah distop, dokternya agak ‘marah’ dan menasehati bu Oneng. Terpaksa akhirnya anak bu Oneng kembali menjalani pengobatan dari awal lagi. Saya menyesal nyetop obat waktu itu : kata bu Oneng. Bu Oneng lalu dengan bijaknya menasehati nyonya Hindun seperti halnya dokternya dulu menasehati dia.

Begitulah sekelumit cerita ibu-ibu di sebuah arisan. Cerita tadi bisa menggambarkan bahwa penyakit tuberkulosis (selanjutnya dapat ditulis tb atau tbc) pada anak cukup familiar di kalangan orang tua. Tetapi kebanyakan ibu malu atau sungkan bilang penyakit tbc, seringnya bilang plek atau kena plek. Meski rata-rata awalnya bingung ketika anaknya didiagnosis tuberkulosis, tapi setelah mendapat penjelasan akhirnya mereka mengerti. Anak-anak dari kalangan sosial ekonomi tinggipun bisa terkena karena bisa saja sumber penularan dari orang dekat di sekitarnya seperti pembantu di rumah,pengasuh bayi, supir atau tukang kebunnya. Tapi penularan tb bisa juga dari orang yang tidak mereka kenal mengingat mobilitas anak bepergian atau jalan-jalan cukup tinggi. Sekali waktu dipastikan anak menghirup udara atau debu jalanan yang kemungkinan mengandung kuman tbc yang ‘disemburkan’ lewat batuk atau bersin penderita tbc dewasa.

Seberapa penting masalah tbc di Indonesia ?
Indonesia saat sekarang berada peringkat ketiga setelah China dan India dalam jumlah penderita tuberkulosis (3 besar). Tuberkulosis pada anak 5-18 % dari kasus tbc yang ada. Mengingat selebihnya diderita oleh orang dewasa, maka anak-anak kita terancam tertular oleh penderita tbc dewasa. Karena apa ? Karena anak-anak biasanya tertular dari sumber infeksi yang umumnya penderita tbc dewasa. Penularan tbc dari anak ke anak sangat jarang atau boleh dikata tidak ada. Tbc pada anak dapat menimbulkan kematian karena meningitis tuberkulosis dan tb miliar akut yang sering menimpa anak dibawah lima tahun. Sementara tbc tulang dan sendi dapat mengakibatkan kecacatan permanen.

Apa kuman penyebab tbc dan bagaimana penularannya?
Nama kumannya adalah Mycobacterium tuberculosis dengan karakteristik antara lain : dapat hidup berminggu-minggu di udara kering, menyebar di dalam tubuh melalui darah (hematogenic spread), tumbuh lambat (24-32 jam), merupakan kuman aerob (membutuhkan oksigen untuk hidupnya), organ utama yang terkena adalah paru, bereplikasi luas dan sebagian besar menjadi kuman dormant (kuman yang ‘tertidur’ atau sepertinya tidak aktif padahal masih hidup).
Banyak kasus tbc yang merupakan reaktivasi dari infeksi laten (infeksi yang sudah lama berlangsung dan kumannya tetap bertahan hidup). Penularannya sebagian besar lewat udara melalui droplet nucleus yang mengandung kuman dan menembus saluran nafas sampai ke paru-paru (droplet mucleus :percikan ludah/dahak berukuran 1-5 mikron, untuk mengingat 1 mm kubik adalah 1000 mikron)

Apakah tbc hanya menyerang paru-paru ?
Tidak, karena tbc adalah penyakit sistemik yang dapat mengenai beberapa organ. Selain paru-paru, kuman tbc dapat sampai ke mata (konjunktivitis fliktenularis), menyerang selaput otak (meningitis), kelenjar getah bening (limfadenitis), kulit (skrofuloderma), persendiaan (artritis, osteomilitis), tulang (tersering tulang punggung dan tulang panggul, dikenal sebagai spondilitis dan koksitis) dan juga ginjal (tbc ginjal). Kejadian meningitis tb paling banyak terjadi pada anak dibawah umur 5 tahun. Tbc yang mengenai tulang dan sendi terjadi setelah sekitar 3 tahun infeksi. Sementara itu tbc kulit dan tbc ginjal stelah 5 tahun infeksi. Jadi kalau ada anak yang datang dengan tbc di luar paru seperti itu menandakan bahwa proses penyakit tbc sudah berlangsung lama.

Benarkah gambaran klinis tbc pada anak tidak spesifik ?
Benar! Penyakit tbc anak merupakan penyakit sistemik yang bisa mengenai beberapa organ tapi gambaran klinisnya tidak selalu spesifik, terutama tubercolusis dini. Banyak anak penderita tbc terlambat ditangani karena hal demikian. Beda dengan penderita tbc dewasa yaitu batuk-batuk lama yang disertai batuk berdarah (hemoptoe) sehingga cepat terdiagnosis dan mendapat pengobatan.

Lalu bagaimana gejala penyakit tbc pada anak ?
Gejala penyakit tbc pada anak sering kali tidak jelas sehingga orang tua tidak menyadari atau memperhatikannya. Gejala tersebut antara lain : anak yang lesu (malaise), tidak nafsu makan (anoreksia), berat badan yang menurun dalam 2-3 bulan berturut-turut atau berat badan tidak membaik dengan penanganan gizi yang dilakukan, demam tidak tinggi yang berlangsung lama atau demam hilang timbul disertai gejala seperti influenza. Anak penderita tb juga gampang menderita infeksi yang lain seperti infeksi saluran nafas akut (ISPA) berulang.
Pada anak kecil tbc tidak selalu disertai batuk berdahak atau batuk berdarah (hemoptisis) seperti pada tbc dewasa tapi pada anak yang lebih besar dapat timbul gejala seperti orang dewasa termasuk batuk darah walau jarang sekali. Selain gejala umum dan gejala paru-paru, tbc dapat mengenai organ selain paru, seperti kelenjar getah bening( limfadenitis), mata (konjuktivitis fliktenularis), kulit (skrofuloderma), sendi (yang sering terkena sendi lutut,dikenal sebagai gonitis tb), tulang dimana yang sering terkena adalah tulang pangul dan tulang punggung(spondilitis tb dan koksitis tb), bahkan sampai juga ke usus (tbc usus) dan ginjal (tbc ginjal). Anak dengan meningitis tbc datang dengan gejala kejang dan penurunan kesadaran. Untuk tbc yang mengenai kulit diketahui setelah da borok di sekitar leher atau ketiak yang tidak kunjung sembuh walau sudah diberi salep antibiotik. Anak dengan tbc tulang datang dengan keluhan timbul benjolan di punggung (dikenal sebagi gibbus pada tbc tulang). Atau tiba-tiba anak kalau jalan pincang sampai timbul kelumpuhan. Pada tbc sendi yang sering mengenai sendi lutut, lutut membengkak dan membuat anak terganggu jalannya. Pada tbc usus diketahui, diketahui setelah anak menderita diare melanjut (kronis), tbc ginjal dicurgai bila anak mengalami hematuria (kencing bercampur darah).
Cukup banyak yang datang berobat ke dokter setelah penyakit tbc sudah menyebar kemana-mana. Khusus untuk tbc sendi dan tulang, dokter anak sering malah mendapat konsul dari dokter bedah tulang (ortopedi) karena keluarga pasien membawa anaknya langsung ke dokter ortopedi. Demikian juga pada anak dengan konjunktivitis fliktenularis sering dirujuk dari dokter mata.
Karenanya orang tua harus berfikir kemungkinan anaknya menderita tb bila ditemukan gejala-gejala tadi walau tidak khas, apalagi kalau memang ada kontak dengan penderita tb dewasa aktif (orang tua, saudara, pengasuh atau tetangga dekat). Apa bila bila sudah jelas anak kontak dengan penderita tbc dewasa, anak harus segera diperikakan ke dokter untuk dilakukan tes mantoux (baca : mantu) untuk memastikan ada tidaknya infeksi tbc pada anak. Pengobatan tbc dini dapat mencegah tbc berat atau tbc yang menyebar kemana-mana

Bisa dijelaskan apa yang dimaksud dengan tes Mantoux (baca : mantu) ?
Tes mantoux atau uji tuberkulin adalah salah satu alat diagnostik tb pada anak yang sering dipakai. Tes ini dengan menyuntikkan zat yang dinamakan tuberkulin secara intra kutan (didalam kulit) pada lengan bawah pasien, dan hasilnya dibaca setelah 48-72 jam kemudian. Bila pada bekas suntikan timbul benjolan (indurasi) dengan diameter 10 mm atau lebih tes dinyatakan positif, bila 5-9 mm masih meragukan dan harus dinilai kembali, dibawah 5 mm dinyatakan negarif. Bila ingin diulang, tes mantoux dilakukan setelah 1-2 minggu penyuntikan sebelumnya. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi kuman tb pada anak. Apabila ditunjang dengan pemeriksaan klinis dan radiologis, maka diagnosis ke arah tbc makin kuat.
Hasil tes mantoux yang negatif menandakan bahwa tidak ada infeksi pada anak atau ada infeksi tapi masih dalam masa inkubasi. Mantoux tes dapat negatif (false negatif) pada keadaan anergi yaitu anak pada penderita tb dengan gizi buruk, menderita morbili (campak), pengobatan kortikosteroid yang lama dan tb yang berat (tb miler).

Sebenarnya pemeriksaan apa untuk memastikan diagnosis tuberculosis itu ?
Diagnosis pasti tbc adalah ditemukannya kuman tbc dari dahak (sputum) penderita dengan pemeriksaan BTA maupun kultur (pembiakan) kuman. Pada orang dewasa mudah untuk mengeluarkan dahak untuk diperiksakan. Pada anak disamping karena gejalanya sendiri tidak khas, kalaupun batuk tidak selalu bisa mengeluarkan dahak. karenanya bila diperlukan pemeriksaan sputum biasa dilakukan dengan cara bilas lambung karena anak suka menelan dahaknya. Tapi yang terakhir ini sudah jarang dilakukan dan dikerjakan hanya pada pusat pendidikan kedokteran. Karenanya untuk diagnosis tb pada anak dilakukan beberapa penilaian dari mulai gambaran klinis pemeriksaan laboratorium, uji tuberkulin (tes mantoux) dan foto rontgen paru/organ lain yg terkena.

Apakah gambaran foto rontgen tb anak ?
Gambaran foto rontgen pada tb anak tidak khas dan beragam. Ada yang dengan gambaran infiltrat paru (orang awam tahunya paru anaknya ada flek, maksudnya plauque atau infiltrat tadi), pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, atelektasis, kavitas, efosi pleura, kalsifikasi sampai gambaran milier. Gambaran beragam ini beda dengan rontgen orang dewasa yang spesifik seperti gambaran infiltrat yang khas, kalsifikasi dan adanya kavitas pada paru. Sekarang kita jadi tahu kenapa orang tua sering bilang anaknya terkena flek paru untuk menyebut penyakit tbc pada anaknya. Rupanya karena dokter sering bilang kalau di paru-paru ada flek-flek (maksudnya plaque atau infiltrat).

Adakah pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis tb pada anak ?
Pemeriksaan lab rutin tidak ada yang spesifik ke arah diagnosis tb, hanya saja pada anak dengan hb yang rendah atau LED (laju endap darah) yang tinggi bisa sebagai petunjuk awal. Hb yang rendah dapat karena gizi kurang akibat dari anak akibat dari anak yang nafsu makannya menurun, sementara LED yang tinggi dapat karena infeksi kronis yang salah satu penyebabnya bisa karena infeksi tbc. Belakangan ini tengah dikembangkan berbagai teknik pemeriksaan baru dengan metode PCR (polymerase chain reaction) dan uji serologik. Kesemuanya masih dalam penelitian lebih lanjut, karenanya metode tersebut belum dapat digunakan secara meluas

Lalu pada fasilitas kesehatan yang tidak lengkap sarananya, bagaimana mengobati anak yang tuberkulosis ?
Untuk dokter yang bekerja difasilitas yang tidak lengkap, IDAI (Ikatan Doker Anak Indonesia) telah membuat panduan (algoritma) penatalaksanaan tb pada anak. Bila ditemukan 3 atau lebih keadaan yang di curigai tb, bisa diberikan terapi tb selama 2 bulan, setelah itu dilakukan evaluasi. Bila respon pengobatan positif, maka pengobatan dilanjutkan sampai 6 bulan. Bila respon terapinya negatif atau malah terjadi perburukkan, besar kemungkinan bukan tb atau telah resistensi (kekebalan) kuman terhadap obat tb yang diberikan. Untuk yang terakhir pasien harus dirujuk ke RS rujukan yang lebih lengkap. Keadaan yang di curigai sebagai tb pada anak antara lain : riwayat kontak tertutup dengan penderita tb biasa dengan sputum BTA (+), reaksi yang cepat dari BCG dalam jangka 3-7 hari (umumnya 3 minggu baru timbul ulkus atau koreng), penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, atau berat badan kurang yang tidak membaik dalam satu bulan dengan pemberian gizi yang cukup, demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, batuk lebih dari 3 minggu, ditemukan pembesaran spesifik kelenjar getah bening, skrofoluderma, konjungtivitis fliktenularis, uji tuberkolin positif dan pemeriksaan rontgen yang mendukung ke arah tb. Dengan panduan tersebut penilaian klinis dokter cukup lewat anamnesa dan pemeriksaan fisis saja dapat langsung memberikan pengobatan asal ditemukan 3 atau lebih keadaan tadi.

Bagaimanakah pengobatan tb pada anak, benarkah butuh obat yang banyak dan memakan waktu yang lama ?
Ya, memang demikian. Ada 3 hal pokok yang penting untuk di ingat orang tua :
1. Obat diberikan. 2 macam atau lebih.
2. Obat diminum secara teratur setiap hari.
3. Obat diberikan untuk waktu yang cukup lama (paling cepat 6 bulan).
Obat yang sering diberikan pada penderita tb pada anak adalah Isoniazid (INH), Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Pemberian kombinasi obat diperlukan untuk mendapat hasil pengobatan yang maksimal dan untuk mencegah resistensi kuman.
Pada waktu 2 bulan pertama pengobatan anak diberikan 3 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamide) yang harus diminum tiap hari tanpa jeda. Dokter akan memberi tahu pada orang tua pasien, bahwa obat yang diminum 3 macam. Rifampisin diminum sebelum makan, yang lainnya sesudah makan. INH dan Rifampisin diminum 1 kali sehari dan Pirazinamide diminum 2 kali sehari. Orang tua juga diberi tahu bahwa nanti kencing anaknya akan berwarna merah jambu sehabis minum obat Rifampisin. Pada 4 bulan pengobatan berikutnya pasien cukup dengan 2 obat saja yaitu INH dan Rifampisin yang diminum setiap hari.
Respon pengobatan dilihat dari beberapa hal antara lain : anak yang mulai terlihat segar, nafsu makan yang membaik, berat badan naik, tidak demam-demam lagi dan keluhan batuk berkurang sampai hilang.
Pada penyakit tbc yang berat seperti pada meningitis berat atau tb milier maupun tb diluar paru (tbc tulang, tbc sendi) ditambahkan obat tb lain yaitu Etambutol atau Streptomisin pada awal pengobatan. INH dan Rifampisin pada keadaan ini diteruskan sampai 12 bulan. Selain obat anti tuberculosis tadi, pada meningitis tb, tb milier dan efusi pleura ditambahkan kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon selama 2-4 minggu dan kemudian diturunkan secara bertahap (taffering off).

Apa yang orang tua harus perhatikan dalam rangka pengobatan tb pada anak ?
Ya, sebagaimana yang kita tahu bahwa pengobatan tb membutuhkan pengobatan teratur dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Untuk itu dibutuhkan ketelatenan orang tua untuk terus memberi obat pada anak. Mungkin adakalanya anak harus dibujuk atau dimotivasi dengan pemberian hadiah asal obatnya mau terus diminum. Jangan sekali-sekali menghentikan pemberian obat sebelum waktunya hanya karena melihat anak sudah tampak lebih baik. Obat bagaimanapun harus diberikan dengan tuntas sesuai jangka waktu yang sudah ditentukan. Untuk menunjang keberhasilan pengobatan sekarang dikenal metode DOTS atau Directly Observed Therapy Shortcourse. Metode ini memberdayakan masyarakat untuk pengawasan minum obat. Dalam pengobatan tb pada anak, masyarakat yang berperan selain orang tuanya sendiri dapat juga keluarga yang lain atau tokoh masyarakat yang disegani di lingkungannya.
Selain obat, penanganan tb pada anak disertai juga dengan pemberian gizi yang baik dan pencegahan/pengobatan dari penyakit infeksi lain.

Apakah efek samping obat yang harus diwaspadai orang tua ? Efek samping obat tb tapi jarang pada anak adalah gangguan pada hati. Karenanya bila anak setelah minum obat tb terlihat kuning, cepat segera ke dokteruntuk mendapat penanganan selanjutnya. Dokter biasanya akan memeriksakan kadar SGOT/SGPT pasien. Efek samping lain yang lebih jarang adalah gangguan saluran cerna, rash dikulit dan neuritis perifer. Berhubung dosis obat untuk anak lebih kecil dari orang dewasa, efek samping relatif jarang terjadi pada anak.

Bagaimana dengan anak yang ada riwayat kontak erat dengan penderita tbc aktif dewasa, apakah harus diobati juga ? Untuk keadaan keadaan yang demikian, maka anak harus dilakukan uji tuberkulin. Kalau hasilnya positif berarti si anak sudah terinfeksi, bila disertai klinis dan pemeriksaan penunjang yang mendukung anak diobati dengan 2 atau lebih macam obat sampai paling tidak 6 bulan. Tapi bila uji tuberkulinnya negatif, maka anak mendapat pengobatan pencegahan (kemoprofilaksis) primer yaitu dengan pemberian INH (isoniazid) selama 3 bulan. Setelah 3 bulan dilakukan tes mantoux ulang, bila hasilnya tetap negatif obat tidak dilanjutkan. Tetapi bila menjadi positif berarti pengobatan 3 bulan tersebut gagal, anak diterapi dengan profilaksis sekunder selama 6-12 bulan. Profilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberkulin positif, tapi klinis anak baik tapi punya resiko menjadi tb aktif. Faktor resiko itu adalah : anak usia balita, dalam pengobatan steroid/penekan sistim imun, sakit keganasan, gizi jelek dan menderita infeksi virus termasuk HIV. Pengobatan profilaksis juga diberikan pada anak yang dengan konversi uji tuberkulin (dari semula negatif menjadi positif) dalam waktu 12 bulan tanpa kelainan dan radiologis.

Apakah imunisasi BCG mencegah anak dari penyakit tbc ?
Vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang dibuat dari Mycobacterium bovis, vaksin ini mempunyai proteksi yang bervariasi dari 0-80%. Jadi vaksin BCG tidak menjamin 100% mencegah tb tetapi dapat mengurangi resiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberculosis dan tb milier. Sekarang tengah dikembangkan pembuatan vaksin baru untuk menggantikan vaksin BCG selama ini. Semoga saja vaksin baru pengganti BCG benar-benar memberi perlindungan maksimal terhadap penyakit tbc.

Bagaimana agar tbc pada anak tidak menjadi berat atau menjalar kemana-mana?
Seperti diuraikan sebelumnya, pertama : memberikan imunisasi BCG pada waktu yang telah ditentukan (bayi <2 style="">Banyak kasus tb pada anak datang dengan keadaan yang berat seperti meningitis tb dan tb milier. Sebagian lagi dengan penyakit tb diluar paru seperti tbc sendi, tbc tulang, tbc kelenjar atau tbc kulit. Padahal sesungguhnya bila diketahui secara dini bisa dicegah keadaan yang berat seperi itu

Terakhir, bagaimana bisa menekan jumlah kasus tbc pada anak ?
Kasus tbc pada anak dapat ditekan melalui vaksinasi BCG dan pengobatan profilaksis. Berhubung imunisasi BCG tidak seratus persen mencegah tbc, maka penanganan tbc pada orang dewasa harus juga dilakukan dengan tuntas dan dilakukan serentak. Untuk itu pemerintah tengah menggalakkan Gerdunas (gerakan terpadu nasional) pemberantasan penyakit tbc dengan memberikan obat tbc gratis pada masyarakat, penyebarluasan tempat untuk memperoleh obat tbc gratis (seluruh puskesmas) dan mengoptimalkan metode DOTS, sehingga tanggung jawab pemberatasan tb melibatkan banyak pihak termasuk tokoh masyarakat atau tokoh agama yang disegani.
Kepatuhan meminum obat tbc dalam jangka waktu lama adalah salah satu kendala dalam pengobatan tbc pada orang dewasa. Apabila hal tersebut berlangsung terus, maka sumber penularan tbc pada anak akan terus meningkat dan anak-anak kita selalu dalam ancaman orang dewasa yang tidak sadar bahwa mengobati diriya berarti juga menyelamatkan banyak anak-anak disekitarnya. Selain itu semua, perbaikan lingkungan, peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk pendidikan tidak kalah pentingnya dalam menekan kasus tbc di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar