Selasa, 31 Maret 2009

Sindrom Nefrotik : penyakit ginjal ‘bocor’


Kiko, usia 6 tahun, murid kelas 1 SD, belakangan diperhatikan oleh ibunya bengkak pada ke dua kelopak mata terutama sehabis bangun tidur. Kiko juga agak kesulitan ketika memasukkan kaus kaki dan memakai sepatu, seakan-akan kaus kaki dan sepatunya menjadi kesempitan. Sewaktu diperhatikan lebih seksama, ternyata tungkai bawah Kiki juga ikut bengkak. Wah kenapa anak saya kok bengkak-bengkak seperti ini, demikan ibunya Kiko membatin. Segera saja Kiko dibawa ke dokter anaknya. Dokter mewawancarai ibunya Kiko dan Kiko sendiri perihal sakitnya itu. Setelah Kiko diperiksa, dokter selanjutnya menganjurkan pemeriksaan darah dan urine. Kiko nampaknya terkena penyakit ginjal, bu, demikian dokternya menduga.
Ketika hasil labnya sudah ada, maka didapatkan protein yang cukup banyak di urine (proteinuria positif 3), albumin darah yang menurun tapi kolesterol darah meningkat. Melihat hasil labnya yang demikian dan gejala klinis yang ada, maka Kiko didiagnosa oleh dokternya sebagai sindrom nefrotik atau dikenal awam sebagai penyakit ginjal bocor. Kiko akan mendapat pengobatan setiap hari selama 1 bulan dengan prednison dan selanjutnya akan diulang pemeriksaan urinenya. Bila responnya bagus dengan tidak ditemukannnya lagi protein di urine, maka Kiko melanjutkan pengobatan prednison selang 2 hari selama 4 minggu berikutnya. Bila responnya bagus, obat distop tapi Kiko harus tetap kontrol rutin untuk menjaga kemungkinan kambuh (relaps). Ibu mencurigai kambuh bila Kiko kembali timbul bengkak pada kelopak mata atau tungkai bawahnya. Demikianlah dokter menjelaskan kepada ibunya Kiko...

Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang cukup sering dialami pada masa kanak-kanak. Penyakit yang diketahui setelah anak tiba-tiba bengkak yang dimulai dari kelopak mata, muka, perut sampai tungkai membuat orang tua cemas, apalagi setelah diketahui penyebabnya adalah kelainan di ginjal. Umumnya SN dapat disembuhkan dengan pengobatan kortikosteroid seperti prednison selama 2-3 bulan. Hanya saja yang orang tua perlu waspadai adalah kemungkinan kambuh (relaps). Karenanya anak yang dinyatakan sembuh setelah pengobatan, bisa dikatakan bersifat sementara (remisi) sampai terbukti setelah pemantauan selama 1 tahun ternyata tidak kambuh. Untuk itu anak pasca pengobatan, anak harus terus kontrol untuk pemantauan kemungkinan relaps. Pemeriksaan yang rutin dilakukan setiap kontrol adalah pemeriksaan urine untuk melihat ada tidaknya protein dalam urine (proteinuria).

Apa yang dimaksud dengan penyakit Sindrom Nefrotik ?
Sindrom nefrotik (selanjutnya disebut dengan SN) adalah salah satu penyakit ginjal dengan kumpulan gejala atau sindrom klinis antara lain : adanya protein dalam urin (proteinuria), penurunan kadar albumin dalam darah (hipoalbuminemia), peningkatan kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia) dan lipid dalam darah (hiperlipidemia) dan pembengkakan tubuh (edema). Selain gejala tadi, dapat juga ditemukan anak dengan buang air kecil berkurang dan berdarah, tekanan darah yang meninggi dan gangguan fungsi ginjal.
Penyakit ini banyak dialami anak pada usia 2 tahun sampai 6 tahun. Secara umum berdasarkan pemeriksaan patologi jaringan ada 2 pembagian SN yaitu SN dengan kelainan minimal dan SN bukan kelainan minimal. SN dengan kelainan minimal adalah yang paling banyak ditemukan dan mempuyai harapan kesembuhan (prognosis) yang baik dengan obat kortikosteroid yang diberikan.

Apakah penyebab sindrom nefrotik ?
Sebagian besar (sekitar 80%) SN tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Sindrom nefrotik dianggap sebagai penyakit autoimun, dimana ada reaksi antigen antibodi di dalam organ ginjal sendiri, sehingga pengobatannya dengan memberi obat penekan sistim imun (imunosupresan). Sindrom nefrotik dapat terjadi karena kelainan di ginjal sendiri dikenal sebagai sindrom nefrotik primer, tapi dapat juga bagian dari penyakit sistemik lain atau berhubungan dengan obat, alergen, toksin (racun) dll dikenal sebagai sindrom nefrotik sekunder.

Mengapa timbul kelainan seperti proteinuria, edema dsb pada anak dengan sindrom nefrotik ?
Keluarnya protein terutama albumin lewat urine terjadi karena adanya gangguan pada sistem filter (penyaringan) di ginjal tepatnya di glomerulus yang mengakibatkan banyak protein yang keluar atau ‘bocor’. Akibat dari banyak protein terutama albumin yang ‘bocor’ tadi, maka kadar albumin dalam darah menjadi turun (hipoalbuminemia). Hipoalbuminemia terjadi juga karena adanya peningkatan pemecahan (katabolisme) protein di ginjal yang tidak diimbangi pembuatan albumin di hati. Kolesterol dan lemak darah meningkat terjadi karena hati banyak mensitesis keduanya. Edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik dalam pembuluh darah yang menyebabkan cairan merembes ke jaringan sekitar. Penurunan tekanan onkotik disebabkan oleh turunnya kadar albumin dalam darah.

Gejala apa saja yang dapat kita lihat pada anak dengan sindrom nefrotik ?
Gejala utama yang cepat diketahui oleh orang tua adalah bengkak atau edema, yang pertama terlihat adalah bengkak pada kedua kelopak mata yang kemudian menyeluruh ke beberapa bagian tubuh seperti pinggang, perut, skrotum (kantong zakar), bibir vagina dan tungkai bawah. Pada pemeriksaan fisis, bengkak pada anak SN dikenal dengan istilah pitting edema, artinya bengkak tersebut kalau ditekan tidak lekas kembali. Bila sudah menyeluruh bengkaknya biasa disebut sebagai edema anasarka. Berat badan mendadak meningkat tapi anak sendiri mengalami penurunan nafsu makan (anoreksia).
Bengkak pada mata akan semakin nyata bila anak habis tidur dan bengkak pada tungkai semakin jelas kalau habis berdiri. Akibat bengkak yang sudah menyeluruh, maka anak merasakan kesempitan kalau memakai baju, kaos kaki atau sepatu. Selain itu anak dapat merasa sesak karena adanya penumpukan cairan di paru (efusi pleura) maupun perut yang tegang (distensi abdomen) akibat penumpukan cairan di rongga perut atau asites.
Gejala lainnya adalah gangguan saluran cerna misal diare dan nyeri di perut (seperti akut abdomen). Pada sistim pernafasan anak akan merasa sesak karena efusi pleura, selain karena distensi abdomen akibat asites tadi. Setelah timbul semua gejala tadi, dapat saja anak mengalami gangguan psikososial baik akibat anggapan beratnya penyakit maupun dampak dari kekhawatiran orang tua apakah penyakit anaknya dapat tersembuhkan atau tidak.


Apa komplikasi yang timbul pada anak dengan sindrom nefrotik ?

Komplikasi yang terjadi dapat terjadi akibat penyakitnya sendiri maupun karena pengobatannya. Adapun komplikasi yang dapat timbul antara lain : kelainan pembekuan darah dan trombosis, syok, perubahan hormon dan mineral, pertumbuhan abnormal dan gangguan nutrisi, infeksi misal : tuberkulosis, peritonitis, infeksi kulit serta anemia.

Bagaimana pengobatan sindrom nefrotik pada anak ?
Anak dengan edema anasarka, syok dan ada komplikasi infeksi berat seperti peritonitis, selulitis luas, pneumonia dan sepsis harus dirawat di rumah sakit. Pada anak yang baru menderita SN dipertimbangkan untuk dirawat di RS untuk pemantauan klinis lebih lanjut. Prinsip tatalaksana SN adalah : anak harus bed rest (tirah baring), diet rendah garam (1 gram/hari), tingggi protein (2 gram/kg berat badan/hari) dengan kalori sesuai umur dan pengaturan cairan (balans cairan). Adakalanya anak diberikan obat diuretik atau plasma untuk mengurangi edemanya. Albumin atau plasma diberikan juga untuk anak yang syok karena komplikasi SN ini.
Untuk obatan-obatan diberikan obat kortikosteroid berupa prednison dengan dosis 60 mg/m2 permukaan tubuh per hari selama 4 minggu (full dose), bila respon pengobatan pada minggu ke 4 baik dan timbul remisi dilanjutkan dengan dosis intermiten atau alternating dose (selang 2 hari) dengan dosis 40 mg/m2 luas permukaan tubuh selama 4 minggu berikutnya. Bila remisi baru pada bulan ke 2, maka dosis intermitten diperpanjang menjadi 8 minggu (total dengan terapi awal yang full dose menjadi 12 minggu). Remisi adalah tidak adanya protein dalam urine selama 3 hari pemeriksaan berturut-turut disamping hilangnya gejala klinis yang lain seperti bengkak (edema). Remisi yang timbul setelah pemakaian kortikosteroid menandakan SN yang sensitif steroid.

Apakah penyakit SN dapat kembali kambuh ?
SN adalah penyakit yang relatif mudah kembali kambuh (relaps) dan inilah alasan kenapa seorang penderita SN yang selesai menjalani pengobatan (8-12 bulan) harus secara berkala kontrol dengan selalu memeriksakan urinenya. Atau diingatkan kepada orang tuanya, kapanpun anak kembali bengkak-bengkak segera anak dibawa berobat ke dokter untuk diperiksakan lebih lanjut.
Seorang anak yang mengalami relaps atau kambuh kembali mendapat prednison dengan dosis penuh 60 mg/m2 luas permukaan tubuh selama 2 minggu (inisial) bila remisi (dibuktikan 3 kali berturut turut protein urine negatif), dilanjutkan dengan dosis intermiten (selang seling setiap 2 hari) 40 mg/m2 permukaan tubuh selama 4 minggu. Bila 2 minggu belum remisi, pengobatan full dose dilanjutkan sampai 4 minggu, baru dilanjutkan dengan dosis intermiten selama 4 minggu (selang seling tiap 2 hari). Setelah itu kembali diperiksa protein urine selama 3 hari berturut-turut untuk meyakini apakah sudah remisi.
Untuk mereka yang sudah menyelesaikan jadwal pengobatan, diminta untuk melakukan pemeriksaan urin secara berkala. Bila setelah 2 minggu obat distop, anak kembali relaps (kambuh) yang ditandai pemeriksaan protein urin kembali positif, maka anak tsb digolongkan sebagai dependen steroid (ketergantungan steroid). Keadaan seperti ini merepotkan karena anak akan menggunakan prednison lebih lama dengan segala efek sampingnya seperti hipertensi, obesitas, striae di kulit, gula darah yang meningkat (hiperglikemia), gangguan pertumbuhan, osteoporosis, muka cusingoid (wajah ‘rembulan’, moon face) dll.
Pada beberapa kasus, SN tidak berespon dengan pemberian kortikosteroid (prednison) atau dikenal sebagai resisten steroid. Disepakati kalau sampai 8-12 minggu pemberian kortikosteroid tidak ada respon, maka digolongkan sebagai resisten steroid. Untuk yang seperti ini maka pasien diberikan alternatif pengobatan seperti dengan siklofosfamid, klorambusil atau siklosporin. Obat-obat yang terakhir hargannya jauh lebih mahal daripada prednison

Bagaimana menghitung luas permukaan tubuh (LPB) untk menentukan dosis obat ?
Ada rumus yang bisa dipakai : LPB (dalam m2) adalah akar dari [BB (berat badan dalam kg) x TB (tinggi badan dalam cm) /3600] . Misal anak usia 3 tahun dengan berat badan14 kg, tinggi badan 95 cm, maka luas permukaan badannya adalah akar dari [14 x 95/3600] = 0,61 m2. Untuk itu untuk tahap awal (full dose, 60 mg/m2 luas permukaan tubuh) anak membutuhkan 0,6 x 60 mg = 36 mg prednison, berarti dalam 1 hari anak harus meminum obat prednison (5 mg/tablet) paling tidak 7 tablet sehari, dapat dibagi 3 dosis dengan pola 3-2-2 : pagi 3 tablet, siang 2 tablet dan sore 2 tablet. Obat dengan dosis tsb diminum selama 4 minggu, bila respon pengobatan baik (remisi), maka dilanjutkan dengan pengobatan alternating dose (selang 2 hari) 40 mg/m2 luas permukaan tubuh. Untuk melanjutkan ke fase lanjutan ini berarti butuh 24 mg prednison (kurang lebih 5 tablet) yang diminum selang 2 hari, misal setiap senin, rabu dan jumat dengan dosis 2-2-1. Obat prednison diminum dalam keadaan lambung penuh terisi makanan, karena bila lambung kosong akan terasa nyeri pada lambung.
Menjadi masalah tersendiri bagi orang tua, untuk memotivasi anak mau minum obat seperti prednison yang terkenal pahit dalam jumlah yang relatif banyak secara teratur setiap hari selama 1 bulan.

Jadi apa yang harus diperhatikan dalam pengobatan anak dengan SN ?

  • Pengobatan SN membutuhkan waktu lama dan keteraturan meminum obat sesuai ‘protokol’ yang ditetapkan.
  • Kortikosteroid (prednison) yang diberikan relatif dalam jumlah yang banyak dan harus diawasi kemungkinan efek samping obat.
  • Penyakit SN mempunyai potensi kekambuhan atau relaps yang cukup sering, sehingga anak membutuhkan terapi dengan kortikosteroid kembali atau menggunakan alternatif pengobatan yang lain. Karenanya kesembuhan setelah menggunakan steroid selama 8-12 minggu dianggap sembuh sementara atau remisi.
  • Setiap anak yang selesai menjalani pengobatan SN harus melakukan kontrol secara teratur dengan selalu memeriksa urinenya untuk mengantisipasi kemungkinan kambuh (relaps). Awalnya anak kontrol setiap minggu, kemudian setiap 2 minggu dan akhirnya setiap bulan atau setiap ada keluhan. Anak yang pernah SN perlu dipantau selama setidaknya 1 tahun.
  • Setiap anak yang dicurigai kambuh membutuhkan pemeriksaan lab urine selama 3 hari berturut-turut. Bila 3 kali pemeriksaan diketahui hasilnya positif 2 atau lebih, baru dikatakan sebagai kambuh (relaps). Keadaan seperti ini membutuhkan kembali pengobatan. Bila hasil pemeriksaan urine hasilnya positif satu (+1) dikatakan sebagai rest proteinuria yang menandakan remisi parsial dan belum membutuhkan pengobatan.
  • Gejala relaps yang dapat dilihat oleh orang tua di rumah adalah kembali edema atau bengkak di kelopak mata atau tungkai. Sekiranya ditemukan gejala tadi, segera periksakan ke dokter tanpa menunggu jadwal kontrol.
  • Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik seperti minum obat tidak teratur atau tidak melakukan kontrol sesuai anjuran, dapat memperburuk sakitnya sehingga anak dapat mengalami gagal ginjal kronik.

7 komentar:

  1. Terima kasih Dokter atas penjelasannya ini sangat bermanfaat bagi saya dlm memperhatikan perkembangan anak sy, Dok apakah Sindrom Nefrotik (SN)dapat sembuh total? Mohon penjelasannya dok. pin:2383A6F4 , cavanchiko@yahoo.co.id
    Cat:Umur anak saya 3th.

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas penjelasan dokter. Namun ada yang ingin saya tanyakan mengenai SN ini. Apakah SN ini bisa disebabkan karena benturan akibat kecelakaan?? Padahal kalu saya lihat hasil foto USGnya ginjal tersebut bukan bocor dengan satu lubang saja, tetapi lebih dari 3 lubang. Atau penyebabnya lebih karena alergi terhadap obat tertentu, seperti uraian dokter dalam artikel ini??
    Terima kasih untuk jawabannya, ronaldp.marpaung@gmail.com

    BalasHapus
  3. Terima Kasih atas informasinya, ada satu yg ingin saya tanyakan dok, anak saya sdh 3 tahun mengalami SN, sekarang usianya sdh 5 tahun, sampai sekarang belum sembuh juga, padahal sdh kontrol dan terapi dengan rutin, pernah sembuh sampai dengan 6 bulan namun kembali kambuh sampai sekarang, terkadanag kempes namun kembali bengkak. adakah pengobatan yang lebih efektif dok untuk anak saya dan apakah anak saya msh bisa sembuh Dok..trima kasih

    BalasHapus
  4. terima kasih banyak atas informasi Penyakit Ginjal sangat bermanfat dan membantu

    BalasHapus
  5. Terimakasih penjelasannya... Begibi dok, aku mau tanya. Aku umur 25thun juga mengalami penyakit SN, ini penyakitku udah kambuh yg ke 9 dr tahun 2009. Solusiku hanya berobat. Setelah sembuh/ udah gak bengkak2 badanku, yg harus aku lakukan apa dok?? Bisakah ini gak kambuh lagi??? Dengan cara apa agar tidak kambuh lagi?? Terimakasih

    BalasHapus
  6. Penyakit ini pernah kualami. Waktu itu aku berusia 9 tahun. Sampai usia 14 tahun penyakit ini sering kambuh. Diusia 14 tahun penyakit ini tidak muncul lagi. Tapi akhir2 ini muka aku sering sembab. Apakah penyakit ini muncul lagi? Saat ini saya sudah berusia 24 tahun. Ya Allah ternyata ini penyakitku waktu kecil dulu..😓 aku ikhlas..

    BalasHapus
  7. dok ibu saya umurnya 41thn juga mengalami gejala itu,selain pengobatan diatas adakah yang alami ya dok? makasih

    BalasHapus